Berita

nasir djamil/net

Hukum

PENUNDAAN HUKUMAN MATI

DPR Curiga Jaksa Agung Diintervensi

JUMAT, 29 JULI 2016 | 17:44 WIB | LAPORAN:

Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Jamil menduga ditundanya eksekusi mati 10 terpidana mati kasus narkoba yang seharusnya dieksekusi bersama Freddy Budiman cs, Jumat (29/7) dini hari tadi, karena ada tekanan terhadap Kejaksaan Agung.

"Itulah makanya, saya juga bingung, jangan-jangan ada tekanan atau ada, kayaknya ada tekanan, ada instruksi," katanya di Jakarta.

Kejaksaan Agung hanya mengeksekusi empat orang dari 14 terpidana mati di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat dinihari (29/7), pukul 00.45 WIB. Mereka adalah Freddy Budiman (Indonesia), Seck Osmane (Senegal), serta Humphrey Ejike alias Doctor dan Michael Titus Igweh dari Nigeria.


Sementara, Oziah Simbada asal Zimbabwe, Obina Nwajaja asal Nigeria, Fredderik Luttar asal Zimbabwe, Agus Hadi asal Indonesia, Pujo Lestari asal Indonesia, Zulfikar Ali asal Paskitan, Gurdip Singh asal India, Merri Utami asal Indonesia, Okonkwo Nonso asal Nigeria, dan Eugene Ape asal Nigeria ditunda eksekusinya.

Nasir menegaskan, tidak serempaknya eksekusi mati tersebut menimbulkan kesan ketidakadilan. Bahkan, jika Freddy Budiman cs hidup kembali, menurutnya, mungkin saja mereka juga akan meminta keadilan.

"Artinya, kalau 4 orang itu bisa bangun, mereka akan tanya, kok 10 orang itu ga ditembak seperti aku, ga adil dong, kenapa, kalau bisa bangun lagi, saya juga tanda tanya. Kenapa ga dieksekusi sekaligus,‎" tegasnya.

Jaksa Agung HM Prasetyo beralasan keputusan itu diambil berdasarkan pertimbangan yuridis dan non yuridis. Namun tidak dijelaskan apa sajakah pertimbangan yuridis dan non yuridis yang dimaksud itu.

"Maka Jaksa Agung harus dijelaskan secara utuh, yuridis dan non yuridisnya. Bagi keluarga yang ditembak, knp yang lain ga ditembak, kita juga harus hormati hak yang udah ditembak itu," desak Nasir.

"Ga boleh masyarakat dibuat bingung. Makanya harus dijelaskan secara clear, jangan disembunyikan, kami aja Komisi III bingung apalagi publik. Jangan-jangan lebih besar yuridisnya. Harus dijelaskan yuridisnya, non yuridisnya. Bisa saja ada permintaan, instruksi. Kalau yuridis kan udah selesai, apa non yuridisnya." [sam]

Populer

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya