Rencana pemerintah memberikan jalan PT Pertamina untuk akuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dikhawatirkan pelaku pasar. PGN dikhawatirkan menjadi 'sapi perah' Pertamina dalam ekspansi bisnis usahanya.
Begitu dikatakan analis Woori Korindo Securities, Reza Priyambada saat berbincang di Jakarta, Selasa (26/7).
"Untuk diketahui, sentimen market atau pelaku pasar kurang suka jika PGN berada dibawahnya Pertamina. Pasar maunya dibawah pemerintah," jelasnya.
Reza menjelaskan, jika di bawah Pertamina akan banyak sentimen negatif yang akan mempengaruhi kinerja keuangan PGN secara keseluruhan. PGN masih mencatatkan kinerja positif di tengah pelambatan ekonomi.
"Nah yang sebenarnya ditakuti pelaku pasar di tengah laba yang masih berhasil dicatatkan PGN yakni nantinya hanya dijadikan sapi perah saja oleh Pertamina," jelas Reza.
"Utang Pertamina yang besar nantinya bisa saja digunakan untuk menutup utang. Ujung-ujungnya dividen payout ratio juga kecil alhasil pemegang saham di bursa yang memegang PGN pun dividennya berkurang."
Ada baiknya, jelas Reza, pemerintah selaku pemegang saham mayoritas haruslah mengadakan RUPS untuk meminta persetujuan pemegang saham minoritas PGN. Hal ini, sambungnya untuk menjelaskan secara transparan mengenai rencana akuisisi tersebut.
Sebelumnya, Ekonom Dradjad Wibowo mengatakan rencana akuisisi haruslah ditunda. Pasalnya transparansi harus dinomorsatukan agar mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
"Rencana pemerintah menggabung Pertamina dan PGN sebaiknya dikaji ulang dengan cermat," imbuhnya.
Dradjad menjelaskan alasan pemerintah untuk mengkaji ulang akuisisi PGN oleh Pertamina. Pertama, alasan klasik dari merger dan akuisisi, yaitu adanya kesulitan likuiditas atau solvabilitas, tidak berlaku dalam kasus Pertamina dan PGN.
Sebagai target (sasaran), PGN justru bagus likuiditas dan solvabilitasnya.
"Kedua, belum terdapat kajian yang meyakinkan bahwa penggabungan Pertamina dengan PGN akan memberikan sinergi operasional yang menghasilkan efisiensi," ungkapnya.
Adapun alasan ketiga, merger besar yang terjadi akhir-akhir ini lebih dipicu keinginan meningkatkan efisien dan memangkas biaya dalam salah satu sub sektor, minyak saja atau gas saja.
"Bukan menggabungkan minyak dan gas. Contohnya merger antara Shell dan BG Group. Motivasi utama adalah pemangkasan biaya dalam pengembangan ladang gas di Australia," katanya.
Dengan perkembangan di atas, dan ketiga alasan di atas, Dradjad menyarankan perlunya kajian yang lebih komprehensif terhadap rencana pembentulkan holding BUMN migas ini.
[sam]