Komisi Pemberantasan Korupsi mengimbau Raoul Adhitya Wiranatakusumah selaku tersangka suap pengurusan sengketa perdata antara PT Kapuas Tunggal Persada (KTP) dengan PT Mitra Maju Sukses (MMS) bisa kooperatif saat dipanggil penyidik.
Raoul Adhitya yang merupakan kuasa hukum PT KTP itu diketahui sedang berada di luar negeri. Untuk itu, KPK mengimbau kerja samanya dalam upaya membongkar keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut.
"KPK mengimbau agar yang bersangkutan kooperatif, baik dipanggil atau dimintai keterangan," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Senin (11/7).
Menurut Priharsa, hingga saat ini penyidik hanya bisa menyampaikan surat pemanggilan kepada tersangka. Penyidik tidak bisa serta merta melakukan penangkapan tersangka yang sedang berada di luar negeri.
"Saya belum mendapat informasi posisi Raoul. Untuk penangkapan di luar negeri tidak bisa serta merta dilakukan. Saat ini KPK sudah melakukan pemanggilan dan mengimbau agar yang bersangkutan kooperatif," jelasnya.
Raoul Adhitya sendiri merupakan satu dari tiga tersangka kasus suap pengurusan sengketa perdata antara PT KTP dengan PT MMS di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kedua tersangka lain yakni panitera pengganti PN Jakpus Mohammad Santoso dan Ahmad Yani selaku staf konsultan hukum Wiranatakusumah Legal & Consultant.
Keduanya dicokok tim satuan tugas KPK dalam operasi tangkap tangan pada 30 Juni lalu. Dari tangan Santoso KPK mengamankan barang bukti uang sebesar 28 ribu dolar Singapura yang dipecah dalam dua amplop. Masing-masing amplop berisi 25 ribu dan 3 ribu dolar Singapura.
Uang tersebut diduga untuk suap terkait permainan putusan sengketa gugatan perdata antara PT MMS selaku penggugat dan PT KTP selaku tergugat di PN Jakpus. Dalam kasus gugatan perdata tersebut, majelis hakim pengadilan perdata PN Jakpus menolak gugatan wanprestasi PT MMS kepada PT KTP.
Santoso dan Ahmad Yani telah resmi ditahan oleh KPK di rutan negara Mapolrestro Jakarta Pusat dan rutan negara Mapolrestro Jakarta Timur. Santoso selaku penerima suap dijerat Pasal 12 huruf (a), huruf (b), huruf (c) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara selaku pemberi suap, Yani dan Raoul dijerat Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 13 UU Tipikor junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[wah]