Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menelisik dugaan keterlibatan hakim perdata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait kasus dugaan suap pengurusan sengketa perdata antara PT Kapuas Tunggal Persada (PT KTP) dengan PT Mitra Maju Sukses (PT MMS) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan, pihaknya sedang mendalami uang sebesar 28 ribu dolar Singapura yang disita dari tangan panitera pengganti PN Jakpus, Mohammad Santoso usai transaksi dengan staf kantor konsultan hukum Wiranatakusumah Legal & Consultant, Ahmad Yani. Uang tersebut dimasukkan dalam dua amplop masing-masing 25 ribu dolar Singapura dan 3 ribu dolar Singapura.
"Uang yang ditaruh dalam dua amplop itu sedang didalami (untuk siapa). Kami tidak bisa menerka sebelum mendapat alat bukti cukup," kata Syarif di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (1/7).
"Mungkin kita tidak bisa naif apakah hanya panitera saja. Tapi, kami tidak bisa katakan (ada pihak lain) tanpa didukung bukti lainnya," sambung Syarif.
KPK menduga uang tersebut dimaksudkan sebagai komitmen biaya untuk pengurusan perkara pidana sengketa PT KTP dengan PT MMS.
Dalam kasus gugatan perdata tersebut, majelis hakim Pengadilan perdata PN Jakpus menolak gugatan wanprestasi PT MMS kepada PT KTP.
"Sampai saat ini kami belum bisa mengatakan iya. itu sedang dipelajari kami tidak bisa beri pernyataan sebelum dapat bukti yang cukup," ujarnya lagi.
Sebelumnya KPK mencokok Santoso dan Ahmad Yani dalam operasi tangkap tangan di dua tempat berbeda pada Kamis (30/1) kemarin.
Dari tangan Santoso, KPK mengamankan
uang sebesar 28 ribu dolar Singapura yang dipecah ke dalam dua amplop.
Santoso dan Ahmad Yani telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap kasus dugaan suap pengurusan sengketa perdata antara PT KTP dengan PT MMS di PN Jakpus.
Selain Santoso dan Ahmad Yani, KPK juga menetapkan Raoul Adhitya Wiranatakusumah. Raoul merupakan konsultan hukum kantor Wiranatakusumah Legal & Consultant dan menjadi penasehat hukum PT KTP.
Santoso dan Yani sudah digelandang ke Gedung KPK untuk diperiksa secara intensif, sementara Raoul masih dalam pengejaran tim satas KPK.
Oleh KPK, Santoso selaku penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a, huruf b, huruf c atau Pasal 11 UU 31 /1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara selaku pemberi, Yani dan Raoul dikenakan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[wid]