. Penanganan darurat bencana banjir dan longsor di Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara hingga saat ini masih dilakukan.
Kerugian dan kerusakan ekonomi akibat bencana banjir dan longsor di delapan kabupaten di Jateng yaitu di Purworejo, Banjarnegara, Kebumen, Banyumas, Sukoharjo, Kendal, dan Pekalongan sebesar Rp 61,24 miliar. Sedangkan kerugian dan kerusakan akibat bencana di Kepulauan Sangihe sebesar Rp 214,13 miliar.
"Jadi total kerugian dan kerusakan akibat bencana sebesar Rp 302,37 miliar," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Kamis (30/6).
Jelas Sutopo, bencana selalu mempengaruhi pembangunan. Bahkan bencana juga dampat menimbulkan korban jiwa, kehilangan harta benda, memiskinkan masyarakat, memundurkan kesejahteraan, serta menyebabkan kerusakan dan kerugian. Hasil pembangunan masyarakat yang dengan susah payah dilakukan juga dapat seketika hilang dan menimbulkan kemiskinan masyarakat.
Nilai kerugian dan kerusakan akibat bencana di Jateng dan Kepulauan Sangihe adalah perhitungan berdasarkan nilai ekonomi. "Dampak korban jiwa dan psikososial belum dihitung karena sulit mengkuantifikasi dari dampak non ekonomi," ungkap Sutopo.
Total korban jiwa dari bencana banjir dan longsor di Jateng dan Kepulauan Sangihe adalah 64 orang tewas, 3 orang hilang, 26 orang luka-luka dan 2.687 orang mengungsi, serta sebanyak 3.192 unit rumah rusak.
Jelas Sutopo, kerugian dan kerusakan ini cukup besar dibandingkan dengan sumbangan ekonomi akibat pemanfaatan ruang dan lahan di daerah-daerah rawan bencana tersebut. Kawasan yang terpetakan rawan bencana saat ini sudah berkembang menjadi permukiman sehingga sangat rentan terjadi bencana ketika terjadi hujan berintensitas tinggi.
Besarnya kerugian dan kerusakan ekonomi akibat bencana tersebut disebabkan masih minimnya upaya-upaya pengurangan risiko bencana yang dapat meminimumkan dampak bencana. Pengurangan risiko bencana seperti mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, sosialisasi, budaya sadar bencana, geladi dan lainnya masih sangat minim karena belum menjadi pengarusutamaan pembangunan sehingga setiap terjadi bencana menimbulkan korban jiwa dan kerugian ekonomi yang besar.
"Pengurangan risiko bencana harus menjadi investasi dalam pembangunan. Artinya proses pembangunan di sektor apapun harusnya mengkaitkan pengurangan risiko sebagai bagian dari tujuan pembangunan tersebut, khususnya untuk melindungi masyarakat. Jika tidak maka bencana akan selalu menimbulkan korban jiwa dan kerugian ekonomi," papar Sutopo.
[rus]