Berita

Politik

Langkah Taktis Presiden Jokowi

JUMAT, 17 JUNI 2016 | 10:46 WIB | OLEH: JOHAN O. SILALAHI

PENCALONAN Tito Karnavian menjadi Kapolri oleh Presiden Jokowi harus diakui merupakan terobosan yang brilian dan sangat berani dalam sejarah kepresidenan di Indonesia.

Pencalonan Kapolri baru ini telah memotong beberapa generasi, demi mewujudkan visi dan misi melakukan reformasi dan revolusi mental di institusi Polri. Hal ini tentunya dilakukan dengan strategi dan taktik tersendiri. Dalam pencalonan Kapolri baru ini, Presiden Jokowi menunjukkan bahwa kendali kepemimpinan negeri ini sepenuhnya ada di tangannya.

Segi positifnya adalah Tito memang sangat pantas dan merupakan salah seorang perwira terbaik dalam sejarah Polri. Berdasarkan rekam jejaknya, tidaklah heran Tito bisa berprestasi cemerlang di institusi Polri. Sejak mudanya dahulu, Ia memang seorang pelajar yang cerdas dan berprestasi. Dengan kesadaran dan tanggung jawab penuh, Tito memilih untuk berkarir dan mengabdi sebagai Bhayangkara negeri.

Terpilihnya Tito menjadi Kapolri akan menjadi contoh dan teladan yang baik bagi seluruh kader di tubuh Polri, untuk berlomba-lomba berprestasi dan menjadi yang terbaik supaya bisa menjadi pucuk pimpinan Polri. Konon pada masa kelam dahulu, ada banyak isu bahwa untuk menjadi pejabat tinggi Polri harus bisa rutin menyetor sejumlah dana tertentu kepada atasannya. Tidak heran jika penegakan hukum sulit dilakukan oleh Polri.

Pada masa pemerintahan Jokowi-JK ini, maka isu tersebut terbukti dengan sendirinya tidaklah benar. Tentu budaya bersih dan profesional seperti ini, harus menjadi tugas dan tanggung jawab Tito sebagai Kapolri untuk dibudidayakan pada segenap kader Polri di seluruh Indonesia.

Aspek penting lainnya adalah sebagai orang Jawa, Presiden Jokowi sungguh-sungguh dalam memberikan keteladanan dengan memberikan kepercayaan kepada siapapun anak bangsa ini, dari manapun suku dan daerah asalnya, yang terpenting kompeten dan berprestasi, maka Ia layak dipilih menjadi pemimpin. Ini adalah salah satu bukti bukan sekedar janji revolusi mental yang menjadi salah satu jargon pemerintahan Jokowi-JK.

Tantangannya adalah Tito masih memiliki masa dinas dan karir yang sangat panjang sekitar 6 tahun kedepan. Idealnya memang Tito menjadi Kapolri berikutnya, karena dari segi manajemen organisasi yang baik serta konvensi tidak tertulis di negara Kita selama ini, umumnya Kapolri menjabat antara 2-3 tahun. Jika dianggap sangat berprestasi dan dibutuhkan oleh bangsa dan negara, bisa saja mengikuti periode masa jabatan seperti seorang Presiden selama 5 tahun. Lebih dari itu sudah tentu akan merusak tatanan dan regenerasi pada institusi Polri.

Logika ini tentunya menegasikan pernyataan Ahok sebagai Gubernur DKI yang dimuat dalam berbagai media, bahwa terpilihnya Tito akan memberikan kesempatan reformasi dan perbaikan institusi Polri dalam jangka panjang. Sudah tentu tidak mungkin Tito menjabat Kapolri sampai tiba masa pensiunnya sekitar 6 tahun ke depan. Misi utamanya Tito adalah mengawal reformasi Polri hingga terlaksananya Pemilu dan Pilpres serentak tahun 2019 yang sudah di depan mata.

Tentunya bagi siapapun yang jadi pemimpin, pasti akan selalu ada pro dan kontra atas setiap keputusan atau kebijakan yang ditetapkan olehnya. Termasuk keputusan Presiden Jokowi untuk mencalonkan Tito Karnavian menjadi Kapolri.

Tapi berdasarkan pengalaman Saya selama berada sangat dekat dengan lingkaran elite pemerintahan, sejak zaman SBY-JK dahulu hingga masa Jokowi-JK sekarang ini, maka secara jujur dan objektif, pilihan Presiden Jokowi saat ini adalah salah satu yang terbaik dalam sejarah pemilihan kandidat Kapolri di Indonesia. Berbeda jauh seperti langit dan bumi dengan masa pemerintahan sebelumnya.

Menyongsong Reshuffle Kedua Kabinet Kerja

Presiden Jokowi betul-betul telah melakukan 'profiling' dan 'filtering' yang ketat terhadap figur dan rekam jejak Tito Karnavian. Pemilihan Tito sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Jokowi juga menunjukkan bahwa data dan informasi intelijen lengkap dan akurat di tangan sang Presiden.

Pola dan standar yang sama tentunya akan dilakukan oleh Presiden Jokowi dalam mengganti para Menteri di Kabinet Kerja beberapa saat kedepan. Harus diakui bahwa pola dan standar tersebut belum dilakukan pada saat awal pembentukan Kabinet Kerja bulan Oktober 2014 yang lalu.

Sangat mudah dan kasat mata bagi siapapun yang berada di sekitar elite pemerintahan Jokowi-JK, untuk bisa mengetahui dan memahami seperti apa figur, profil dan kualitas para Menteri sekarang ini. Tidaklah sulit bahkan bagi orang awam sekalipun, untuk bisa membaca dan memprediksi seperti apa performansi dan pencapaian kinerja para Menteri Kabinet Kerja berdasarkan rekam jejak kerjanya selama ini.

Itulah sebabnya selama ini Saya selalu menyampaikan saran dan masukan untuk mengingatkan Wakil Presiden Jusuf Kalla terutama kepada Presiden Jokowi. Semuanya berlandaskan pada niat dan itikad baik, demi keberhasilan pemerintahan Jokowi-JK yang telah Saya dukung sejak dini.

Ketatnya seleksi calon Kapolri saat ini menunjukkan bahwa Presiden Jokowi mau menerima kritik konstruktif yang diterimanya selama ini bertubi-tubi. Jokowi mulai bisa memainkan dengan taktis perannya sebagai 'The Real President'. Bisa jadi, pemilihan dan pencalonan Tito sebagai Kapolri menjadi bagian dan cara Presiden Jokowi untuk menguji kesetiaan dan kekompakan partai politik pendukung pemerintahan Jokowi-JK sebelum melakukan reshuffle kabinet kedua dalam waktu dekat ini.

Presiden Jokowi sedang memetakan yang mana kawan dan yang mana sesungguhnya lawan. Konon informasinya ada di antara Menteri yang sepertinya kawan sejati tapi diam-diam menyusun kekuatan untuk melawan Presiden Jokowi dalam Pilpres 2019 nanti.

Tapi ada satu hal yang pasti sesuai rekomendasi Saya dahulu kepada Ibu Megawati Soekarnoputri, bahwa Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah pasti akan selalu menjadi mitra sejati dan tidak akan pernah menjadi pesaing bagi Presiden Jokowi.

Penulis adalah Pendiri Jaringan Negarawan Indonesia 

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya