Berita

ilustrasi/net

Hukum

Mafia Impor-Pangan Melenggang Bebas, Penegak Hukum Kemana?

SABTU, 11 JUNI 2016 | 21:56 WIB | LAPORAN:

Aparat penegak hukum Indonesia, yakni Polisi dan Jaksa diminta bergerak dengan serius untuk membongkar dan mengusut adanya praktik mafia impor pangan dan permainan mafia di sektor pertanian Indonesia.
 
Selama ini, pemerintah dan DPR sering bilang ada mafia dalam impor dan praktik mafia di sektor pangan dan pertanian, namun hingga kini mafianya masih melenggang bebas.
 
Bahkan, sejak awal, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla begitu getol menyampaikan bahwa semua praktek mafia di berbagai sektor, mulai dari mafia Migas, mafia hukum, mafia pencurian ikan, dan mafia impor pangan dan sektor lainnya, harus dibersihkan dan ditindak tegas.


Nyatanya, hingga dua tahun pemerintahan ini berjalan, belum ada satu pun yang disebut sebagai mafia impor dan mafia sektor pangan dan pertanian yang ditangkap dan diadili. Karena itu, kepolisian dan kejaksaan diminta tidak masa bodo atau malah menganggap itu hanya angin lalu saja. Semua praktik mafia itu harus dibongkar dan diusut tuntas.
 
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyampaikan, kinerja pemerintah dan aparat hukum untuk memberantas mafia impor dan mafia sektor pangan maupun pertanian perlu dibuktikan.
 
"Polisi dan jaksa harus bertindak membongkar dan mengusut tuntas para mafia, para penimbun pangan yang menyebabkan Indonesia terus menerus terpuruk dalam impor dan mahalnya kebutuhan pangan di Negara yang agraris ini,” papar Henry Saragih dalam perbincangan dengan redaksi, Sabtu malam (11/6).
 
Henry yang juga Koordinator La Via Campesina--organisasi Gerakan Petani Sedunia-ini menyampaikan, selama ini dugaan-dugaan adanya praktik mafia pangan tidak pernah ditindaklanjuti secara nyata oleh aparatur hukum Indonesia. Padahal, sangat nyata dan kasat mata, bahwa praktik mafia impor, mafia pangan, mafia pertanian itu benar-benar terjadi di Indonesia.
 
"Saya pernah diundang oleh Kementerian Hukum dan HAM untuk berdiskusi tentang upaya penegakan hukum dan memberantas mafia itu. Bahkan, beberapa posisi hukum di sektor pangan dan pertanian harus dibuat untuk menghindari adanya praktik mafia itu. Nyatanya, hingga kini tak ada, ya berlalu begitu saja,” ujar Henry.
 
Hingga kini, menurut dia, tidak ada strategi dan upaya memberantas mafia impor pangan dan pertanian yang dilakukan oleh Negara ini. Bahkan, dengan sangat sadar malah memberikan kewenangan kepada pihak swasta untuk melakukan monopoli dan penguasaan hajat hidup orang banyak, seperti kebutuhan akan pangan itu.
 
Semua sumber pangan dan produk pangan Indonesia hari ini, kata Henry, dikendalikan oleh pihak swasta dan mafia yang bermain di dalamnya.
 
"Minyak goreng saja, dikuasi oleh perusahaan swasta. Harga minyak goreng malah dikontrol oleh Sinar Mas. Harga minyak goreng melambung tinggi, padahal harga CPO (Crude Palm Oil) sedang turun, kok  bisa pula harga minyak goreng mahal. Lalu dimana pemerintah? Kemana saja pemerintah Indonesia?” ujarnya.
 
Padahal, lanjut dia, sangat jelas dan sangat tegas bahwa Undang Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara untuk melindungi kebutuhan pangan Indonesia. Bahkan, sejumlah regulasi dan perundang-undangan untuk melaksanakan sudah pula ada, tetapi tak pernah diterapkan secara konsisten oleh pemerintah, terutama oleh aparatur penegak hukum seperti polisi dan jaksa.
 
Henry mengingatkan, di Indonesia, sudah ada sejumlah regulasi dan perundang-undangan tentang pangan dan pertanian, seperti Undang Undang Pangan, Undang Undang Pengembangan Lahan Berkelanjutan, Undang Undang Pemberdayaan Sumber Daya Petani, termasuk Nawacita. Menurut Henry, semua itu merupakan perangkat sah dan legak untuk memberantas mafia impor dan mafia sektor pangan dan pertanuan.
 
"Namun kenapa semua itu ditinggalkan oleh pemerintah? Kenapa tidak diterapkan oleh aparat penegak hukum? Nah ini yang aneh. Bilang mau berantas mafia, tetapi mafianya malah bebas berkeliaran,” demikian Henry. [sam]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya