Berita

foto: net

Hukum

Rita Krisnawati Korban Jaringan Peredaran Narkoba Internasional

JUMAT, 03 JUNI 2016 | 08:48 WIB | LAPORAN: RUSLAN TAMBAK

. Terkait  vonis mati atas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Ponorogo, Rita Krisnawati  oleh pengadilan Malaysia, Angota Komisi I DPR Darizal Basir akan meminta komisinya untuk memanggil Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan perusahaan Penyalur Jasa TKI (PJTKI) yang bersangkutan.

"Selain mendapatkan informasi yang lebih jelas, tujuan pemanggilan kepada Kemlu ini adalah untuk mencari solusi agar Rita bisa bebas dari hukuman gantung," kata politisi Partai Demokrat ini dalam keterangannya, Jumat (3/6).

Dalam pemanggilan nanti, Darizal berharap Kemlu tidak hanya menjelaskan kasus Rita saja, tetapi juga kasus-kasus WNI dan TKI lainnya yang juga tengah menanti atau sudah divonis mati, jumlahnya mencapai 200-an.


Vonis mati dengan cara hukuman gantung terhadap Rita dijatuhkan dalam pengadilan yang digelar Mahkamah Tinggi Penang, Malaysia, pada 30 Mei 2016. Rita didakwa atas penyelundupan narkoba jenis sabu seberat 4kg.

Darizal menjelaskan kronologi bagaimana Rita ini bisa terjebak dalam jaringan narkoba internasional. Rita bukanlah TKI yang bekerja di Malaysia. Ia bekerja di Hongkong sejak Januari 2013 melalui PJTKI PT Putra Indo Sejahtera, Madiun. Belum genap tiga bulan bekerja, Rita menerima PHK sepihak dari majikannya. Ia kemudian dikembalikan ke agensi di Hong Kong pada April 2013. Oleh agen yang menempatkan, Rita dikirim ke Macau untuk menunggu pekerjaan baru dan visa. Karena tidak ada kejelasan, tiga bulan kemudian Rita memutuskan untuk pulang kampung.

"Nah, sewaktu mau pulang itu, Rita ditawari bisnis jual beli pakaian oleh kawannya. Dia dibelikan tiket dengan rute transit di New Delhi dan Penang. Saat di New Delhi, Rita dikasih sebuah koper yang katanya akan diambil oleh seseorang di Penang, Malaysia. Rita dilarang membuka koper tersebut. Sesampainya di bandara Penang, Rita ditahan oleh petugas bandara karena kedapatan membawa 4 kg dalam koper tersebut," beber Darizal.

"Rita ini dijebak. Dia korban jaringan peredaran narkoba internasional. Dia dimanfaatkan karena keluguan, kepolosan dan keterdesakan ekonomi. Pola-pola seperti ini lazim digunakan dalam jaringan perdagangan narkoba internasional," terang purnawirawan TNI ini menambahkan.

Tentang upaya Kemenlu yang langsung mengajukan banding, Darizal memberikan apresiasinya. Menurutnya, upaya Kemenlu itu merupakan wujud nyata perlindungan dan kepedulian negara terhadap WNI di luar negeri.

Politisi asal Sumbar ini menjelaskan bahwa pada dasarnya kita menghormati kedaulatan hukum Malaysia. Selain Indonesia, Malaysia juga merupakan salah satu negara yang memberikan ancaman pidana mati bagi para penyelundup narkoba. Tetapi Darizal menyayangkan majelis hakim Malaysia yang tidak mengangkat fakta-fakta yang ada ke persidangan. Bukti-bukti tersebut diantaranya adalah bahwa Rita tidak tahu terkait isi tas yang dibawanya serta adanya orang lain yang terlibat yang tidak pernah dihadirkan dalam persidangan.

"Nah, tugas Kemenlu dalam banding nanti adalah bagaimana meyakinkan pengadilan Malaysia untuk melihat fakta-fakta lain yang ada sehingga Rita bisa lolos dari hukuman mati," tuturnya.

Selain Kemenlu, Darizal juga akan meminta Komisi I DPR memanggil PT Putra Indo Sejahtera selaku PJTKI yang mengirimkan Rita ke Hongkong.

"Kita akan meminta pertangungjawaban PJTKI tersebut mengapa Rita tidak mendapatkan pekerjaan selama berbulan-bulan di Hongkong”, pungkasnya. [rus]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya