Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi telah selesai memeriksa wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin Muhammad Said.
Selama delapan jam, politisi Golkar itu dicecar seputar kasus dugaan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) tahun anggaran 2016 yang telah menjerat sejumlah anggota komisi V DPR.
Namun dalam pemeriksaan kali ini, dirinya diperiksa sebagai saksi Kepala Balai Pembangunan Jalan Nasional IX Maluku, Amran HI Mustary yang juga sudah menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
Saat ditanya soal pertemuan dengan antara Sekretaris Jenderal Kemenpupera Taufik Widjojono dengan pimpinan Komisi V DPR RI, dia menegaskan pertemuan tersebut tidak ada pernah ada.
Padahal Taufik mengaku pertemuan tersebut benar terjadi. Hal tersebut diungkapkan Taufik seusai diperiksa penyidik sebagai saksi pada Rabu (1/6) kemarin.
"(Pertemuan) nggak ada, nggak ada. Itu urusan Sekjen, tanya ke Sekjen," ujar Muhidin seusai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (2/6)
Sebelumnya KPK memanggil Sekjen Kemenpupera Taufik Widjojono untuk dimintai keterangan soal kasus dugaan suap proyek di Kemenpupera tahun anggaran 2016.
Selama 12 jam dimintai keterangan Taufik membuka mulut soal adanya pertemuan dirinya dengan pimpinan anggota Komisi V DPR.
Taufik mengaku bahwa pertemuan tersebut benar terjadi. Dalam pertemuan antara dirinya dengan pimpinan Komisi V DPR, lanjut Taufik membahas soal program aspirasi yang telah menyeret sejumlah Anggota komisi V DPR menjadi tersangka di KPK.
"Iya, tapi pertemuan tersebut bukan di hotel," ujar Taufik sebelum meninggalkan Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (1/6) kemarin.
Selain pimpinan Komisi V DPR, Taufik menambahkan, pertemuan tersebut juga dihadiri oleh kepala kelompok fraksi (kapoksi). Kapoksi merupakan orang yang ditunjuk sebagai perwakilan masing-masing fraksi di setiap komisi.
Ada pun program aspirasi yang dibicarakan yaitu, proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Usulan tersebut muncul setelah sejumlah anggota Komisi V DPR melakukan kunjungan kerja ke Maluku pada Agustus 2015.
Para anggota Komisi V DPR mengusulkan proyek yang akan dikerjakan dengan dana aspirasi yang diberikan pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR. Namun, usulan proyek tersebut kini terhenti, karena sejumlah anggota Komisi V DPR diduga menerima suap dari para pengusaha yang akan berharap mengerjakan proyek tersebut.
Selain menetapkan beberapa anggota Komisi V DPR sebagai tersangka, KPK juga menetapkan Kepala Balai Pembangunan Jalan Nasional IX Maluku, Amran HI Mustary sebagai tersangka.
Diduga, beberapa pejabat di Kementerian PUPR mengetahui dan terlibat dalam kasus suap tersebut. Taufik sendiri pernah mengakui menerima uang dalam pecahan dollar AS dari Amran. Namun, ia mengatakan, uang tersebut telah dikembalikan.
Dalam kasus dugaan suap proyek di Kemenpupera, KPK sudah menetapkan tujuh orang tersangka. Tiga diantaranya merupakan wakil rakyat yang duduk di Senayan.
Mereka adalah, Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti, Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Golkar Budi Supriyanto serta Andi Taufan Tiro yang baru saja diumumkan statusnya oleh KPK.
Selanjutnya Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir, dua staf Damayanti di Komisi V DPR RI, yakni Dessy A Edwin serta Julia Prasetyarini sebagai perantara suap. Kemudian Amran Hi Mustari‎, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara yang resmi menyandang status tersangka.
Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir yang diduga memberikan suap kepada Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sebesar Rp13,78 miliar dan 202.816 dolar Singapura.
Untuk Kapoksi PAN Komisi V Andi Taufan Tiro sebesar Rp7,4 miliar, untuk Kapoksi PKB Komisi V Musa Zainuddin sebesar Rp7 miliar. Kepada Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp4,28 miliar dan anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto senilai 305 ribu dolar Singapura.
[zul]