Berita

Hukum

Menkes: Kebiri Bisa Menyebabkan Kematian

RABU, 01 JUNI 2016 | 22:01 WIB | LAPORAN:

Menteri Kesehatan, Nila Farid Moeloek, mengakui akhir-akhir ini kasus kekerasan seksual terhadap anak sudah masuk kategori luar batas kewajaran. Kekerasan seksual itu bahkan terjadi pada balita.

"Tadi pagi di Kabupaten Bogor, Bupati menceritakan kepada saya dan melihatkan gambar, begitu banyaknya anak-anak umur  4 sampai 5 tahun yang dilakukan sodomi (menjadi korban sodomi)," ungkapnya ketika ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (1/6).

Menurutnya tragedi yang menimpa balita tersebut bisa saja mengganggu kejiwaan anak hingga dewasa nanti. Tidak tertutup kemungkinan korban akan berbuat hal yang sama seperti yang dilakukan pelaku kepadanya jika dia dewasa nanti.


"Ibu Bupati itu menyakan kepada pelaku, kenapa kamu lakukan ini, karena anaknya cakep. Saya kira ini sudah di luar kemanusiaan. Apakah kita hanya memikirkan pemerkosaan atau korbannya? Ini tidak mudah," ujarnya.

Terkait hukuman kebiri, Nila menegaskan, Kementrian Kesehatan sudah tentu tahu siapa sesungguhnya yang akan menjadi eksekutorm yaitu dokter. Namun sebagai dokter, mereka memiliki Sumpah Hippokrates.

"Kami tidak boleh melakukan perusakan, melanggar etika. Tetapi, etika itu adalah mana yang lebih baik atau tidak baik? Itulah yang seharusnya dijalankan," imbuh ahli oftalmologi (ilmu penyakit mata) yang juga guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini.

Namun demikian, lanjutnya, sesungguhnya Presiden Joko Widodo mengatakan kebiri hanya merupakan hukuman tambahan belaka.

Nila dia mengakui bisa saja eksekusi kebiri bisa merenggut nyawa sang pelaku kekerasan seksual.

"Tentu kalau sampai meninggal, akan menjadi hukuman mati. Kalau itu dilakukan guru atau orang tua, itu ditambah 1/3. Kemudian dipublikasikan secara sosial. kalau ternyata pengadilan menyatakan kebiri, mau tidak mau kita harus melakukannya," beber Nila.

"Menhukam menyatakan, suntik matipun dilakukan oleh petugas terkait. Secara detail, hal ini harus dibicarakan lagi. Kemudian pemakaian chip, memang betul Kemenag, Kemensos, KPAI, mendukung hal ini. Jadi kami sebagai eksekutor tanda kutip, kalau sudah menjadi keputusan, kami harus mengikutinya," pungkasnya. [zul]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya