Anggota Komisi VII DPR Dewie Yasin Limpo memelas kepada Majelis Hakim. Dalam pledoi atau nota pembelaannya, terdakwa kasus suap usulan anggaran proyek pembangkit Listrik di Kabupaten Deiyai, Papua ini curhat atas kondisi kesehatannya yang semakin hari semakin menurun.
Politikus Hanura ini mengaku dirinya sedang menderita tumor selaput otak, menderita penyakit saluran kemih dan batu ginjal. Namun Jaksa penuntut umum tidak mempertimbangkan kondisi kesehatannya.
"Kasihani kami, di usia 57 tahun dengan tumor selaput otak yang saya derita. Saya harus mendekam di dalam penjara dan mohon menjadi pertimbangan Yang Mulia," ujar Dewie saat membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (30/5).
Dewie juga mengeluhkan bahwa persoalan hukum yang dialami saat ini telah membuat keluarganya malu dan menderita secara psikologis. Bahkan, papar Dewie, anak-anaknya harus menerima cemooh masyarakat bahwa ibunya di cap sebagai korptor. Dia juga mengaku masih harus merawat orang tuanya yang sudah menua.
"Mohon menjadi pertimbangan Yang Mulia bahwa saya masih mempunyai Ibu yang sudah tua. Izinkan saya untuk bisa merawat dan mendampingi beliau," pinta Dewie.
Selain membeberkan kondisi kesehatan dan kondisi psikologis keluarga. Dewie menilai tuntutan Jaksa berupa hukuman 9 tahun penjara tidak memenuhi rasa keadilan. Menurut Dewie langkah yang dilakukannya murni memperjuangkan aspirasi rakyat.
"Kalaupun memperjuangkan aspirasi rakyat dianggap salah, maka 560 anggota DPR akan terancam ditangkap semua. Karena memang tugas dan kewajiban anggota DPR untuk memperjuangkan asiprasi rakyat seluruh Indonesia," ungkap Dewie.
Dirinya juga mengeluhkan keberatan mengenai tuntutan jaksa yang mencabut hak politiknya. Dewie mengatakan banyak pelaku korupsi yang merugikan negara namun hak politiknya tidak dicabut. Seperti terdakwa TPPU Nazaruddin, terdakwa kasus penerimaan gratifikasi terkait penanganan perkara korupsi bansos di Sumatera Utara, Patrice Rio Capella serta terdakwa kasus korupsi dana haji Suryadharma Ali tidak dicabut hak politiknya.
Dia juga membantah isi dakwaan yang menyatakan dirinya menerima suap dari pengusaha Setiyadi Jusuf dan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Deiyai, Irenius Adi.
Ia juga menyangkal dakwaan Jaksa, bahwa dirinya meminta dana pengawalan kepada Irenius dan Setiyadi.
"Surat perjanjian penerimaan uang tersebut antara Rinelda dan Pepy sebesar 17.700 dolar Singapura, jelas-jelas menyatakan untuk keperluan proyek di kementerian ESDM dan tidak mengatakan untuk ibu Dewie," jelasnya.
Sebelumnya, oleh Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Dewie dituntut hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam surat dakwaan, Dewie dan stafnya Bambang Wahyu Hadi disebut menerima pemberian sebesar 177.700 dollar Singapura dari Kepala Dinas Kabupaten Deiyai Irenius Adi dan pengusaha Setiyadi Jusuf, melalui Rinelda Bandaso.
Uang tersebut diberikan agar Dewie membantu mengupayakan anggaran dari pemerintah pusat sebesar Rp50 miliar untuk proyek pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua.
[zul]