Pengurus RT/RW yang tidak setuju dengan sistem yang sudah diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih baik mundur.
"Kalau Anda tidak suka, ya berhenti saja jadi RT. Pusing amat," tegas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balaikota DKI, Jakarta Pusat, Kamis (26/5).
Ahok mengatakan insentif yang diberikan kepada pengurus RW/RT diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta. Karenanya diperlukan pertanggungjawaban dari anggaran yang digunakan.
Satu di antaranya melaporkan kondisi lingkungan melalui aplikasi laporan warga atau Qlue. Warga bisa melaporkan, macet, jalan rusak, banjir, penumpukan sampah, hingga pelayanan yang tak maksimal di DKI dan rumah sakit lewat tulisan ataupun foto.
Pengurus RW/RT wajib melaporkan kondisi lingkungan mereka sebanyak 90 kali dalam sebulan. Ketua RT mendapat insentif Rp975 ribu, Ketua RW mendapat insentif Rp1,2 juta. Hal itu yang kemudian diprotes oleh puluhan pengurus RW/RT di Jakarta kepada anggota dewan.
Mereka protes dan mengancam akan mundur jika dipaksa membuat laporan melalui Qlue setiap hari. Mereka mengadu kepada Komisi Pemerintahan DPRD DKI Jakarta.
Ahok menolak luluh dengan protes yang dilayangkan para pengurus RW/RT. Bahkan, dia menyarankan, kalau tidak suka dengan aturan yang telah diterapkan untuk mundur dari kepengurusan.
Kata Ahok, pengurus RW/RT diibaratkannya pekerja suka rela. Seharusnya, pengurus RW/RT peduli akan lingkungannya. Apalagi, mereka merupakan bagian dari Lurah.
"RW/RT bagian dari Lurah. Lurah bisa kerja tidak, kalau RW/RT tidak punya hati, empati, dan tidak mau memperhatikan warganya? Itu saja pertanyaan saya," kata mantan Bupati Belitung Timur tersebut.
[zul]