Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin menganggap kasus korupsi dan pencucian uang yang didakwakan kepadanya merupakan perintah dari Anas Urbaningrum saat menjadi Ketua Umum DPP Partai Demokrat.
Melalui pengacaranya, Nazar meminta agar Anas ikut diadili untuk kasus pencucian uang. Selain Anas, Nazar juga meminta agar mantan Direktur Keuangan Grup, Yulianis juga ikut diadili untuk kasus pencucian uang.
"Kami memohon Majelis Hakim memerintahkan KPK untuk memeriksa dan menetapkan Anas dan Yulianis sebagai tersangka pencucian uang," ujar pengacara Nazaruddin, Andriko Saputra, saat membacakan pledoi atau pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu (25/5).
Andriko menjelaskan, berdasarkan fakta persidangan, bukti-bukti dan keterangan saksi, kliennya bukan orang nomor satu di perusahaan Anugrah dan Permai Grup. Karena orang nomer satu pengendali badan-badan usaha tersebut adalah Anas Urbaningrum.
"Kedudukan terdakwa di Anugrah dan Permai hanya mengetahui pengeluaran dan pemasukan, tidak bisa mengambil uang tanpa izin Anas sebagai pengendali," kata Andriko.
Nazaruddin sendiri mengakui bahwa fee yang diterima Permai Grup digunakan Anas untuk kepentingan politik. Menurut dia, Anas mulai menghimpun dana yang tidak sepantasnya guna memenuhi kebutuhan berpolitik.
Salah satunya, Anas menggunakan anggaran dari pekerjaan proyek BUMN untuk persiapan pemenangan dirinya sebagai calon ketua umum Partai Demokrat.
"Uang Permai Grup dikeluarkan hampir Rp 295 miliar. Itu diambil dari hampir 90 persen fee proyek dari DGI, PP, dan Waskita pada 2009/2010," ujar Nazar.
Lebih lanjut, secara khusus Nazarudin meminta KPK mengembalikan jam tangan pemberian almarhum ayahnya yang turut disita lembaga antirasuah itu. Nazaruddin mengatakan, jam tangan tersebut memiliki arti khusus baginya.
"Saya mohon dengan sangat Yang Mulia, jam tangan itu adalah pemberian almarhum Ayah saya, sehingga mohon agar dapat dikembalikan kepada saya," ujar Nazaruddin, saat membacakan pledoi
Sebelumnya, dalam pledoi Nazarudin memohon agar Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan sebagian harta kekayaannya yang tidak berasal dari korupsi dikembalikan.
"Kami berharap harta yang bukan berasal dari tindak pidana korupsi untuk dikembalikan kepada terdakwa dan kepada orang yang berhak," ujar pengacara Nazaruddin, Andriko Saputra, saat membacakan pledoi
Andriko menambahkan kliennya tidak pernah menggunakan uang hasil keuntungan Perusahaan Permai grup untuk kepentingan dan menguntungkan diri sendiri.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang sebelumnya menuntut Nazaruddin dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Jaksa juga menuntut agar harta kekayaan Nazaruddin sekitar Rp 600 miliar dirampas untuk Negara.
Jaksa menilai, harta kekayaan Nazaruddin itu diduga berasal dari tindak pidana pencucian uang berupa aset, saham, dan simpanan bank di luar negeri.
[zul]