Penggusuran warga miskin oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus dipersoalkan publik.
Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto meminta aparat terkait segera menyita excavator, bulldozer dan alat berat lainnya yang selama ini digunakan untuk meratakan rumah-rumah warga.
"Semua alat berat dan alat besar milik Pemprov DKI tidak pernah membayar pajak. Itu artinya alat-alat tersebut barang ilegal," kata Sgy, demikian Sugiyanto Emik disapa, seperti dimuat RMOLJakarta.Com (Jumat, 13/5).
Dia menjelaskan, sesuai peraturan, salah satu kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN KB) termasuk alat berat dan alat besar seperti buldozer, excavator, roller, dradger dan lain-lainnya.
Nah, berdasarkan hasil pemeriksaan atas sistem internal Dinas Pelayanan Pajak, ratusan alat berat dan alat besar yang dibeli dan dimiliki Dinas Kebersihan juga Dinas Pekerjaan Umum DKI belum membayar PKB dan BBN KB.
"Jadi, Ahok jangan mempermasalahkan rumah yang digusur ilegal atau ilegal karena faktanya alat berat yang dipakai menggusur tidak bayar pajak," ulas Sgy.
Pemprov DKI sendiri telah mengatur PKB dan BBN KB dengan Perda No 8 Tahun 2010 tentang PKB dan Perda No 9 Tahun 2010 tentang BBN KB. Data yang dihimpun Sgy, alat besar dan alat berat yang dimiliki Dinas PU per 31 Desember 2014 yakni empat unit loader, satu unit forklift, enam unit roller, 92 unit excavator, satu unit bulldozer dan 10 unit dregder.
Sementara di tahun yang sama, Dinas Kebersihan memiliki tujuh unit wheel loader, dua unit excavator, dan tujuh unit excavator spider. Koleksi alat berat milik Pemprov DKI bertambah dengan pembelian yang dilakukan Unit Pengelola Kebersihan Badan, Air, Taman dan Jalur Hijau meliputi 17 unit excavator apung, 16 unit excavator amphibi mini dan empat unit dreger ponton.
Sgy juga menyoroti tidak adanya data lengkap yang dimiliki petugas pajak mengenai jumlah sebenarnya alat berat dan alat besar yang ada di wilayah Jakarta, baik milik pemerintah maupun swasta.
Menurutnya, ketiadaan data membuat pemasukan pajak dari alat berat menjadi tidak tercover sebagaimana mestinya.
"Direktorat Pajak harus segera melakukan klarifikasi kepemilikan alat berat yang ada di ibukota, dan segera mempublikasikannya. Kalau datanya sudah lengkap kemudian ada yang tidak membayar pajaknya, maka harus ditindak tegas," tukasnya
.[wid]