Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Adrianto, menilai, pelajar yang terlibat bullying harus dikembalikan ke orang tua masing-masing. Menurutnya, hal itu sudah termasuk kategori sanksi berat.
"Dalam tata tertib (tatib) sekolah sudah dijelaskan. Pelajar yang terlibat aksi tawuran, kekerasan, bullying, dan tindak pidana lain, maka harus dikembalikan ke orangtuanya," terang Sopan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (4/5).
Makna pengembalian ke orangtua, lanjut Sopan, tidak semata-mata menghentikan jenjang studi pelajar terkait.
"Dikembalikan ke orangtua itu kan maknanya luas. Pelajar bersangkutan, bisa dikeluarkan, atau dibuat rekomendasi pindah ke sekolah lain. Kurang lebih, tatibnya secara umum seperti itu," paparnya.
Sopan menambahkan, perilaku
bullying kerap kali terjadi karena minimnya sanksi terhadap pelaki. Sehingga, sanksinya pun harus setimpal dengan perbuatannya.
"Soalnya, masak
sih ada pelajar yang begitu mudah melakukan kekerasan atau
bullying. Tapi, tidak mendapat sanksi setimpal," tuturnya.
Pihak Diknas DKI juga berencana untuk memasukkan regulasi dan sanksi terjait
bullying ke dalam mekanisme kelulusan. Teknisnya, dewan guru akan mengkaji kronologi yang dilakukan seorang pelajar sejak kelas I, II, III. Sehingga, saat rapat dewan guru memutuskan pelaku
bullying tidak lulus, maka dia harus segera mengurus kepindahannya.
Lalu, bagaimana sanksi terhadap oknum pelajar yang terlibat tidak langsung?
"Kalau misalnya, ada oknum pelajar dalam video
bullying tersebut hanya ikut-ikutan dan tanpa melakukan kekerasan fisik, bisa saja hanya diberikan teguran keras," paparnya.
Sebelumnya, kasus b
ullying ini menimpa seorang pelajar kelas X SMAN 3 berinisial A (15), 28 April 2016 lalu. Saat itu korban mendapatkan perlakuan
bullying dari empat seniornya kelas XII.
Rencananya, pihak sekolah terkait akan membahas persoalan tersebut dalam rapat kelulusan dewan guru SMAN 3 Jakarta, siang ini
.[wid]