Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) atau Computer Based Test (CBT) mulai dikenalkan di Indonesia sejak 2014. Akan tetapi, berbagai kendala masih terjadi, terutama akibat infrastruktur baik yang berkaitan dengan dunia pendidikan maupun tidak berkaitan langsung.
Tidak meratanya jaringan listrik, ketersediaan peralatan hingga kemampuan sumber daya manusia adalah beberapa contoh persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan UNBK secara nasional.
Praktisi pendidikan Indra Charismiadji menjelaskan, memasuki era pendidikan abad 21, pendidikan berbasis teknologi merupakan keharusan agar bangsa Indonesia bisa bersaing di berbagai bidang. UNBK merupakan satu upaya semakin mendorong berbagai pihak meningkatkan literasi terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), bukan saja buat siswa, juga buat guru, kalangan dunia pendidikan dan masyarakat luas.
Dia mengakui jika UNBK merupakan salah satu cara agar kualitas pendidikan Indonesia setara dengan negara lain di Asia Tenggara.
"Karena bagaimanapun juga, kualitas pendidikan yang baik akan menghasilkan generasi bangsa yang lebih baik," katanya dalam diskusi pendidikan di Gedung Balai Kota Jakarta Timur, Selasa (3/5).
Menurut Indra, ada beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian pemerintah agar pelaksanaan UNBK di seluruh Indonesia dapat tercapai.
"Pemerintah harus mengawasi dan memastikan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran sesuai dengan ketentuan undang-undang. Saya yakin, jika alokasi anggaran pendidikan diperuntukkan dengan benar maka persoalan UNBK bisa diatasi," jelasnya.
Indra mencontohkan, DKI Jakarta yang menjadi barometer pelaksanaan UNBK belum mampu menerapkannya seratus persen. Berdasarkan data Dinas Pendidikan DKI, peserta UNBK tahun 2016 ini sebanyak 63.883 siswa dari 203 SMA, 167 SMK dan 10 SMA. Sementara peserta Ujian Nasional Kertas Pensil (UNKP) sebanyak 78.070 siswa.
"Di seluruh Indonesia, dari 55 ribu sekolah SMA/SMK, hanya 4.400 yang ikut UNBK, atau tidak sampai satu persen," katanya.
Untuk mendorong agar seluruh sekolah mampu melaksanakan UNBK, satu-satunya jalan adalah membereskan persoalan infrastruktur, terutama sarana penunjang ujian. Hal ini cukup sulit diterapkan di daerah, lantaran Pemerintah Daerah hanya sedikit menganggarkan APBD untuk pendidikan.
Selain itu, sebagian besar daerah tidak memenuhi kewajiban untuk mengalokasikan 20 persen APBD untuk pendidikan. Daerah juga dinilai miskin inovasi dalam pengembangan program pendidikan sehingga menjadi ganjalan serius dalam kemajuan pendidikan nasional. Bahkan Pemprov DKI yang menjadi ibu kota hanya mengalokasikan 18 persen APBD untuk pendidikan.
"Selain anggaran untuk pendidikan sangat rendah, mitra pemerintah daerah hanya penjual buku dan kontraktor rehab sekolah. Mereka tidak memikirkan pengadaan teknologi untuk inovasi pendidikan," demikian Indra.
[wah]