Berita

jaksa agung

Hukum

Keputusan Jaksa Agung Hentikan Kasus Papa Minta Saham Diapresiasi

SABTU, 16 APRIL 2016 | 22:31 WIB | LAPORAN:

Jaksa Agung M. Prasetyo menghentikan kasus dugaan pemufakatan jahat yang sebelumnya beken dengan sebutan perkara 'Papa Minta Saham'.

Keputusan penghentian kasus yang melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan eks Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin itu diapresiasi.

Pasalnya, kasus pemufakatan jahat tidak ada relevansi dengan penegakan hukum. Di samping itu, lanjut kasus tersebut cenderung berbau kepentingan politik. [Baca: Resmi, Jaksa Agung Endapkan Kasus Papa Minta Saham]


"Kita harus mengapresiasi Jaksa Agung dalam menghentikan kasus yang tidak ada relevansinya dengan penegakan hukum, dan sarat dengan kepentingan politik. Seperti keberanian Jaksa Agung dalam deponeering kasus Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, ini harus didukung," ujar Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, saat dihubungi wartawan, Sabtu (16/4).

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu menilai kasus yang ditangani Kejagung itu tidak memiliki bukti otentik bersifat primer dan sekunder yang menyatakan adanya pemufatakan jahat. Dia juga berharap semua pihak tidak mengintervensi Jaksa Agung dalam menghentikan kasus PT Freeport tersebut.

"Pertanyaan mengelitik yang sampai sekarang belum jelas dan tak jelas bukti Setnov (Setya Novanto) meminta saham Freeport, kalau Jaksa punya bukti permulaan yang kuat terkait pemufakatan jahat tentu akan melanjutkan kasus ini," jelasnya.

Lebih jauh Pangi menilai Jaksa Agung M. Prasetyo punya pretensi atau alasan tersendiri untuk menghentikan kasus tersebut, terlebih dalam pengungkapan fakta-fakta dalam penegakan hukum, aparat pengadil tidak boleh ditaklukkan oleh kekuatan politik atau mengambil keputusan untuk menghukum seseorang berdasarkan opini publik

"Hukum tidak boleh tunduk pada tekanan opini publik, like or dis-like. Negara ini nggak boleh mengambil keputusan atau menghukum seseorang berdasarkan opini publik. Nggak boleh, ini negara hukum, hukum harus ditegakkan mesti besok pagi  langit runtuh," pungkasnya. [zul]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya