Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berupaya membongkar praktik dugaan korupsi pembelian lahan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 800 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2014.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menjelaskan pihaknya masih memiliki pekerjaan rumah yang banyak dalam investigasi kasus tersebut. Salah satunya mendalami kualitas audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang telah diterima pihaknya.
Di samping itu, lanjut Syarif, pihaknya juga masih terus menelisik setiap keterangan dari saksi-saksi yang telah diperiksa penyidik. Termasuk, mencocokkan keterangan yang diberikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan hasil audit BPK.
Hasil penyelidikan kasus ini akan diumumkan. Karenanya ia meminta kepada masyarakat untuk bersabar.
"Kalau seandainya nanti hasil penyidikan KPK dikatakan ini nggak ada tindak pidana korupsinya, pasti diumumkan. Kalau ada tindak pidana korupsinya juga pasti kita umumkan," jelasnya di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (15/4).
Lebih lanjut, Syarif menegaskan, KPK tidak merasa ada tekanan baik dari pemerintah, parpol maupun masyarakat dalam penyelidikan dugaan korupsi pembelian lahan YKSW. Sekalipun kasus tersebut menyeret orang nomor satu di DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Sebagai pembuat keputusan, Ahok diduga mengetahui seluk beluk pembelian lahan YKSW.
"Kami mau bekerja bersadarkan fakta dan bukti. Kalau fakta dan bukti cukup maka akan kami lanjutkan, kalau tidak cukup, maka kami tidak akan lanjutkan," tegas Syarif.
Selasa, (12/4) kemarin, Ahok memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi. Dari 12 pertanyaan mantan bupati Belitung timur itu menyatakan bahwa BPK menutup-nutupi kebenaran dari hasil audit.
Di satu sisi, dari laporan hasil audit investigasi BPK yang diterima KPK, setidaknya ada enam penyimpangan yang ditemukan lembaga pemeriksa itu dalam pembelian lahan RSSW seluas 3,7 hektare untuk membangun pusat pengobatan kanker dan jantung itu.
BPK menilai proyek ini merugikan Pemprov DKI Jakarta sebanyak Rp 191 miliar. Selisih harga tersebut terjadi karena perbedaan harga nilai jual objek pajak (NJOP) pada lahan di sekitar dengan di rumah sakit. BPK mengindikasikan adanya penggelembungan harga dalam pembelian tanah.
[wid]