Audit BPK menemukan kelebihan bayar cost recover sebesar Rp 3,9 triliun terhadap beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas (KKKS). KPK diminta bergerak, menindaklanjuti temuan ini.
"KPK jangan cuma jadi selebritis nangkapin suap ratusan juta tapi membiarkan raksasa korupsi tanpa tindak lanjut," ujar ‎Direktur Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean kepada redaksi, Kamis (14/4).
Menurut Ferdinand, temuan BPK ini bukanlah perkara biasa dan harus ditindaklanjuti. Mark up klaim cost recovery terbesar ditemukan pada Conoco Phillips & ConocoPhillips (Grissik) Ltd dengan nilai 161,94 juta dolar AS, Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation sebesar 67,87 juta dolar AS, serta PT Pertamina EP dan Chevron Pacific Indonesia masing-masing 26,50 juta dolar AS, dan 23,64 juta dolar AS.
"Temuan BPK ini temuan serius dengan jumlah (kerugian negara) sangat fantastis. Karena itulah, kami mendesak KPK segera menindaklanjuti temuan BPK. KPK, tunjukkan nyalimu kepada bangsa!" desak Ferdinand.
Dalam hitungan Ferdinand, penggelembungan nilai klaim cost recovery yang ditagihkan KKKS kepada negara sudah berlangsung puluhan tahun. Dia membayangkan jika BPK melakukan audit menyeluruh terhadap pembayaran cost recover minimal 10 tahun terakhir, maka ada ratusan trilliun uang negara yang telah diambil secara tidak sah oleh KKKS dalam bentuk cost recovery.
Ferdinand mengatakan pihaknya sudah berulang kali mendesak pemerintah untuk membongkar pembayaran cost recovery. Berdasarkan penelitiannya ada banyak permainan dalam cost recovery.
"Kami menduga sekitar 3 miliar sampai 5 miliar dolar AS setiap tahun cost recovery yang dibayarkan patut dipertanyakan," katanya.
[dem]