nasaruddin umar:net
nasaruddin umar:net
SALAH satu pertanyaan sering mengusik pikiran orang ialah konsep kewarisan yang menetapkan bagian perempuan separoh dari bagian laki-laki, sebagaimaÂna disebutkan dalam ayat: Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: "Bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masÂingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan jika yang meninggal itu mempunyai anak, jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapak (saja), maka ibuÂnya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangÂnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Q.S. al-Nisa’/4:11).
Sabab nuzul ayat ini berkenaan dengan JaÂbir ibn 'Abd Allah yang dibesuk Nabi bersama Abu Bakr ketika sedang sakit dan tidak sadarÂkan diri. Nabi meminta air lalu mengambil air wudu kemudian memercikkan air kepadanya kemudian ia sadarkan diri. Setelah itu Jabir berÂtanya kepada Nabi prihal hartanya, maka tuÂrunlah ayat ini.
Dalam masyarakat modern konsep kewarisan laki-laki 1:2 dengan perempuan, sulit dimengerti. Mungkin karena itu maka pemikir modern sering menggagas konsep reaktualisasi pemikiran hoÂkum Islam, seperti yang pernah didengungkan oleh Prof. Munawir Syazali ketika menjabat menÂteri Agama. Ia mencoba mereformulasi hokum kewarisan yang dinilainya sudah unapdating sehÂingga perlu direaktualisasi. Ia sering mencontohÂkan anak laki-lakinya yang menghabiskan banÂyak biaya untuk studi ke luar negeri, sementara anak perempuannya yang lahir belakangan, yang masih memerlukan banyak biaya. Ia mengangÂgap tidak adil jika anak laki-lakinya yang sudah menghabiskan biaya besar dan kini sudah bekÂerja diberikan bagian waris dua kali lipat dari anak perempuannya yang masih kecil dan belum bekÂerja. Ia menggagas sebuah konsep yang memÂberikan porsi lebih besar kepada anak peremÂpuan ketimbang anak laki-laki. Ia sering merujuk kepada konsep maqashid al-syari'ah yang pernah digagas seorang ulama besar, Al-Syathibi dalam kitabnya Al-Muwafaqat.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
UPDATE
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05
Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51
Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24
Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50
Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25