Presiden Direktur (Presdir) PT Grand Indonesia (GI) Tessa Natalia Hartono kembali mangkir dari pemeriksaan penyidik Kejaksaan Agung.
"Saksi Tessa Natalia Hartono, tidak hadir memenuhi panggilan tanpa keterangan," ujar Kepala Pusat Penerangan HukumKejaksaan Agung (Kejagung), Amir Yanto di Kejagung, keÂmarin.
Menurut Amir, penyidik meÂmanggil petinggi PT GI untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi pembanÂgunan Menara BCA dan aparteÂmen Kempinski di lahan BUMN PT Hotel Indonesia Natour (HIN).
Amir mengultimatum Tessa agar kooperatif menjalani peÂmeriksaan kasus ini. Penyidik bisa melakukan upaya paksa untuk menghadirkan saksi yang dianggap penting," tegasnya.
Tessa diketahui pernah dipangÂgil untuk menjalani pemeriksaan penyidik Kejaksaan Agung pada 3 Maret lalu. Namun dia tak nongol di Gedung Bundar tanpa alasan. Sepekan kemudian, Tessa kembali dipanggil. Lagi-lagi tak datang.
Kemarin, penyidik Gedung Bundar juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap belasan saksi. Salah satunya bekas direkÂtur PT HIN I Gusti Kade Heryadi Angligan.
Amir menjelaskan, pemeriksaan Heryadi terkait tugas dan kewenangannya selaku Direktur Utama PT. HIN selama periode 2009-2011. Heryadi ditanya mengenai kronologisbagi hasil Perpanjangan Kontrak Perjanjian Kerjasama antara Hotel Indonesia dengan PT. Cipta Karya Bumi Indah (CKBI)-PT GIdengan sistem Build, Operate and Transfer (BOT) dalam pengelolaan kawasan Grand Indonesia.
"Pemeriksaan selama kurang lebih 5 jam tadi juga termasuk konfirmasi tim penyidik kepada saksi Heryadi Angligan seputar ada atau tidaknya perjanjian BOT atas keberadaan gedung menara BCA dan Apartemen Kempinski," tutur Amir.
Saksi lain yang hendak diÂperiksa adalah Tim Akselarasi Pengembangan Perusahaan PT HIN. Tim ini terdiri Imam S (ketua) dan beranggotakan Benny Subianto, Stiya Darmaatmadja, Gina S, K Sudiarto, Talindan S, Hadi Sungkono, Ernan Yuliarto, Austry Dimiyani, Triyanto Budi, Handayani, serta Suhartini Tarigan.
Tim akselerasi ini akan ditÂanya mengenai tugas mereka dalam percepatan pengembangan usaha termasuk penyusunan dokumen kerangka acuan(Term of Reference/TOR) kerja sama BOT antara PT HINdengan PT CKBI-PT GI. Namun saksi-saksi itu tak memenuhi panggilan penyidik tanpa keterangan.
Kejaksaan telah meningkatkan kasus ini ke penyidikan karena pembangunan menara BCA dan apartemen Kempinski di luar kontrak, yang diteken antara PT HIN) dan PT CKBI-PT GI
Adapun isi kontrak kerja sama yang diteken itu hanya meÂnyebutkan pembangunan hotel bintang lima, pusat perbelanjaan Idan II, serta fasilitas parkir. Di dalam kontrak tidak menyepakÂati pembangunan menara BCA dan apartemen Kempinski.
Kerja sama tersebut mengÂgunakan sistem Builtd, Operate, and Transfer atau membangun, mengelola dan menyerahkan. Ini merupakan bentuk hubunÂgan kerja sama antara pemerÂintah dan swasta dalam rangka pembangunan suatu proyek infrastruktur.
Pada tahun 2004, PT CKBI telah membangun dan menÂgelola gedung menara BCA dan apartemen Kempinski yang tidak ada dalam perjanjian BOT antara kedua belah pihak. Akibat negara dirugikan sekitar Rp 1,29 triliun.
Kilas Balik
Tidak Tercantum Di Kontrak, Dua Gedung Disebut Ilegal
Kejagung memperoleh bukti pengakuan yang mendukung peÂnyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Menara BCA dan apartemen Kempinski. Penyidik pun berupaya menelisik para pihak yang patut dimintai perÂtanggungjawaban hukum.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung, Arminsyah menjelaskan, pihaknya telah memeriksa sejumlahsaksi yang terkait perkara dugaan korupsi pemberian izin pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski oleh PT Hotel Indonesia Natour (HIN).
Hasil pemeriksaan saksi yang berkompeten pada masalah periÂjinan dilaksanakan berdasarkan pengakuan saksi Direktur Utama PT HIN periode 1999-2009 AM Suseto. Dalam pemeriksaan kedua kalinya, Suseto mengakui adanya dugaan kesalahan proseÂdur pembangunan dua obyek bangunan di kawasan Grand Indonesia (GI).
Kepada penyidik Gedung Bundar, AM Suseto menerangÂkan, pembangunan dua gedung di lahan yang dikelola PT HIN itu, ilegal. "Saksi mengaku pembangunannya di luar kontrak kerjasama," kata Arminsyah.
Lebih jauh, saat dikonfirmasi tentang penggunaan anggaran pembangunan gedung yang jauh melebihi total biaya pembanguÂnan kawasan Grand Indonesia (GI) di seputaran Bundaran Hotel Indonesia (HI), Arminsyah juga belum mau terburu-buru menjelaskan hal itu.
Dia menyatakan, penyidik masih fokus meneliti keterangansaksi Suseto dan Direktur PT GI, Fransiskus Yohanes Herdianto Lazaro. Penyidikan lanjutan dilakukan dengan peÂmeriksaan saksi tambahan yang berkompeten di bidang perijinan proyek.
Kesaksian Suseto, dikembangkan dengan mengorek keterangan saksi Kepala Dinas Arsip Daerah DKI Jakarta Warsidi, Direktur PT Nusa Konstruksi Enginering (NKE), Sutiono Teguh, Direktur PT Wastumatra, Agung Brahmono, dan Arie Hutagalung, konsultan dari kantor Arie Hutagalung and Partner.
Saksi-saksi itu bertindak sebaÂgai pemborong atau pelaksana pembangunan gedung, pihak yang mengurus ijin, berikut pihak yang menerbitkan perijiÂnan pembangunan.
Arminsyah juga belum berseÂdia menyimpulkan hasil penyidikan anak buahnya, termasuk pihak yang bakal jadi tersangka kasus ini. Nanti dianalisis dulu. Diperiksa secara seksama keterangansaksi-saksinya,†sergahnya.
Sementara Direktur Penyidikan (Dirdik) pada JAM Pidsus Kejagung Fadil Zumhana mengungkapkan, penyidik telah menemukan bukti pembangunan Menara BCA dan Apartemen Kempinski menyalahi ketentuan.
Dia menguraikan, dugaan penyimpangan dalam kasus ini berawal pada 2004. Saat itu PT HIN melakukan kontrak kerjasama pembangunan di kawasan Bundaran HI. Dalam kontrak, PT HIN berencana membangun empat bangunan. Bangunan itu adalah sebuah hoÂtel bintang lima, dua pusat perÂbelanjaan, dan sebuah gedung parkir di lahan seluas 41.815 meter persegi.
Belakangan di lokasi itu berdiri dua bangunan lain yang tak tercatat dalam kontrak kerjasama PT HIN, PT GI dan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI). Dua bangunan itu adalah Apartemen Kempinski dan Menara BCA.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Amir Yanto menamÂbahkan, pemeriksaan saksi-saksi berkutat pada masalah penandaÂtanganan perjanjian kerjasama pembangunan, hak penggunaan bangunan, pembiayaan pembanÂgunan, sampai mekanisme bagi hasil atas keuntungan pembanÂgunan yang disepakati PT HIN, PT GI dan CKBI. ***