Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Managing Director JNE Logistik, Nofrisel untuk diperiksa dalam kasus dugaan pengadaan pupuk di PT Berdikari (persero) periode 2010-2012.
"Yang bersangkutan akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka SM (Siti Marwa, Direktur Keuangan PT Berdikari)," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (11/3).
Selain Nofrisel, KPK juga memanggil beberapa saksi lain. Mereka adalah Asisten Manager Keuangan PT Berdikari, Dian Andriani Nurul Inayah, Direktur Utama PT Bintang Saptari, Rinawati, serta dua pegawai PT Berdikari, Teguh Pratama dan Januzir.
"Mereka juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SM," jelas Priharsa.
Diketahui, Nofrisel sempat menjabat sebagai Senior Vice President PT Berdikari sebelum berkerja di JNE. Dia kini menjabat sebagai Direktur Teknik dan Pengembangan PT Bhanda Ghara Reksa.
Belum diketahui pasti hubungan Nofrisel dalam kasus ini. Namun, sebagai mantan petinggi PT Berdikari, dia diduga kuat mengetahui perkara pupuk yang baru dibongkar KPK pada 8 Maret 2016.
Sebelumnya, Siti Marwa alias SM ditetapkan menjadi tersangka KPK. Siti diduga menerima suap terkait pengadaan atau pembelian pupuk di PT Berdikari Persero. Penetapan SM sebagai tersangka dilakukan atas pengembangan penyelidikan KPK. Penyidik KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status perkara dugaan korupsi pengadaan pupuk ini.
SM dalam kurun waktu sebagai Vice President dan Direktur Kuangan di PT Berdikari disebut telah menerima hadiah atau suap. Hal ini diketahui bertentangan dengan kewajibannya. Modus yang dilakukannya, PT Berdikari memesan pupuk urea tablet kepada vendor. Kemudian, vendor memberikan sejumlah uang kepada SM agar mendapatkan proyek pengadaan pupuk urea tablet.
Namun, KPK belum dapat mengungkapkan siapa yang memberikan suap kepada Siti. "Sampai saat ini tersangkanya masih satu yaitu ibu SM," kata Priharsa beberapa waktu lalu.
Atas tindakannya, SM disangka melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
[rus]