Eksportir karet alam Indonesia bersama Malaysia dan Thailand yang tergabung International Tripartite Rubber Council (ITRC) sepakat menerapkan kebijakan membatasi kuota ekspor karet ke pasar dunia. Kebijakan ini dilakukan untuk mencegah semakin anjloknya harga karet yang belakangan ini terus menunjukkan trend penurunan.
Sekretaris Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara, Edy Irwansyah mengatakan, pembatasan ini sangat penting karena anjloknya harga karet terindiksi karena membanjirnya pasokan karet alam di pasar dunia.
"Ini harus kita ambil, agar pasokan dan permintaan (supply dan demand) karet bisa seimbang. Sehingga harga bisa stabil," katanya seperti diberitakan Medanbagus.com, Jumat (29/1).
Edy jelaskan, pada 2009 penerapan kebijakan pembatasan kuota ekspor karet sudah pernah dilakukan dengan pengurangan mencapai 10 persen dari kuota keseluruhan selama 1 tahun.
"Itu sangat efektif, selama setahun harga karet tidak naik turun, sesuai harapan," ujarnya.
Menurut Edy, untuk membicarakan persentase yang akan dikurangi, perwakilan dari 3 negara sudah menggelar pertemuan di Bangkok, Thailand. Namun sejauh ini, belum ada kesimpulan yanmg diterima dari pertemuan tersebut.
Pengurangan ekspor ini, tambah Edy, tidak akan berdampak terhadap petani karet yang ada di Indonesia. Sebab, pabrik karet tetap akan membeli karet dari mereka. Sebaliknya, efek dari kondisi ini akan dirasakan oleh para perusahaan karet yang dipaksa bersaing dengan penurunan harga minyak mentah dunia. Sebab, minyak mentah dunia merupakan bahan baku karet sintetis.
"Jadi kalau harga minyak dunia terus turun, maka ini akan berpengaruh terhadap penggunaan karet alam," ungkapnya.
Bagi perusahaan karet alam, pembatasan kuota eksport ini menurut Edy ibarat menelan pil pahit. Namun mereka yakin, hal ini akan membuat pulihnya harga karet alam.
"Ibarat lagi sakit, kita harus minum pil yang pahit biar sembuh," sebutnya.
Sebelumnya petani karet di Sumatera Utara sudah mengeluhkan anjloknya harga karet alam yang terjadi belakangan ini. Harga saat ini, menurut aktivis Kelompok Anak Petani Karet Indonesia (KAPKI), Ginanda Siregar, sudah mencapai titik nadir karena penurunan harganya sudah mencapai titik terendah yakni Rp 4 ribu per kilogram dari sebelumnya seharga Rp 15 ribu per kilogram. Mereka berharap pemerintah turun tangan dalam mengatasi penurunan harga tersebut.
"Pak Presiden Jokowi secepatnya harus membantu petani karet," katanya.
Menurut Ginanda, petani karet di luar Sumut juga mengeluhkan hal yang sama. Mulai dari Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Mereka khawatir kondisi ini mengancam kelanjutan pendidikan anak-anak petani karet.
"Kami sangat khawatir tidak mampu membayar uang sekolah,' demikian Ginanda.
[sam]