Berita

foto: net

Hukum

Judicial Activism MK Lemah Dalam Sengketa Pilkada

RABU, 27 JANUARI 2016 | 21:48 WIB | LAPORAN:

. Sebanyak 147 perkara perselisihan hasil Pilkada serentak 2015 yang dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, MK hanya memutuskan sembilan permohonan yang memenuhi kualifikasi syarat formil dan layak untuk dilanjutkan ke agenda pemeriksaan pokok perkara.

Ada sebanyak lima perkara ditarik dan sisanya sebanyak 133 permohonan dinyatakan tidak diterima dengan alasan tidak memenuhi syarat selisih maksimal yang ditentukan Pasal 158 UU Pilkada dan karena kedaluarsa atau melampaui batas waktu yang ditetapkan.

Menurut penilaian pihak Setara Institute, hasi sidang pendahuluan ini menggambarkan melemahnya praktik judicial activism (penalaran legal, argumentasi legal, dan rechtsvinding/penemuan hukum).


"Hal itu dikarenakan hakim MK memungkinkan menghasilkan putusan-putusan yang progresif, out of the box dari apa yang ditentukan oleh UU demi menghasilkan keadilan konstitusional bagi warga negara," kata Direktur Riset Setara Institute,‎ Ismail Hasani kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (27/1).

Dia menegaskan, dalam perkara perselisihan Pilkada, jelas tergambar bahwa konservatisme di tubuh MK telah menguat. Bahkan, MK mengutamakan syarat formil secara rigid, meski mengabaikan keadilan elektoral.

"MK sama sekali tidak menyentuh dan tidak mempertimbangkan berbagai kecurangan yang dilakukan calon untuk memperoleh kemenangan. Peradilan Pilkada boleh saja berbangga terbebas dari suap, tetapi gagal memvalidasi kemenangan pasangan calon karena pemeriksaan kebenaran materil diabaikan MK," katanya lagi.

Tak itu saja, pihaknya menilai, MK malas bekerja menjalankan perintah UU. Meski peradilan Pilkada adalah amanat sementara, tetapi pragmatisme hakim MK membuat integritas Pilkada dan peradilan Pilkada gagal diuji.

Terkait dengan persoalan tersebut, Ismail mendesak kepada Pemerintah dan DPR untuk menjadikan Pasal 158 untuk direvisi.

"Harus masuk agenda revisi, termasuk kemungkinan menyegerkan pembentukan peradilan pemilu untuk menangani pelanggaran administrasi Pilkada, pidana Pilkada, dan sengketa Pilkada dalam satu badan yang terintegras," tukas Ismail. [rus]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya