Berita

ilustrasi/net

Bisnis

Pertamina Diwanti-wanti, Kerugian di Sektor Hulu Bukan Urusan Rakyat!

JUMAT, 22 JANUARI 2016 | 22:37 WIB | LAPORAN:

RMOL. Pernyataan Direktur PT Pertamina (Persero), Dwi Soetjipto bahwa tidak akan menurunkan harga BBM jenis Premium dan Solar meskipun saat ini harga minyak mentah dunia tengah anjlok-anjloknya di bawah $30 per barel terus menuai kritik.

Begitu dikatakan peneliti Lingkar Studi Strategis (Lingstra), Iqbal Nusantara dalam perbincangan dengan redaksi, Jumat (22/1).

Menurutnya, alasan Pertamina untuk menutupi kerugian di sektor hulu migas sangat tidak masuk akal. Sebab, untuk mendapatkan 1 barel minyak di Indonesia, modal dibutuhkan antara $22-$24 per barel. Biaya tersebut belum ditambah dengan biaya transportasi.


"Kerugian di sektor hulu itu bukan urusan rakyat. Sebagai sebuah Perusahaan besar semestinya Pertamina tahu betul langkah yang harus diambil supaya tidak terjadi kerugian,” kata Iqbal.

Dia menambahkan, BBM sebagai salah satu kebutuhan hajat hidup orang banyak, sudah selayaknya diberikan dengan harga yang tidak terlampau mahal.

"BBM itukan barang PSO, tidak boleh Pertamina meraup untung banyak dari rakyat,” tegas Iqbal.

Sebelumnya Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto membenarkan, jika sampai saat ini Pertamina memang menahan harga BBM untuk tidak turun.

"Jadi Pertamina melakukan subsidi silang dari sektor hulu dan hilir ketika harga minyak dunia mengalami penurunan. Keuntungan yang diperoleh di sektor hilir digunakan untuk menutupi kerugian disektor hulu,” ungkapnya, baru-baru ini.

Sebagai informasi harga minyak dunia yang terus merosot di bawah USD30 per barel akhir-akhir ini, sudah semestinya berimbas pada menurunnya harga jual bensin maupun solar. Bahkan harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar saat ini sudah menyentuh harga USD40 per barel, yang artinya jika dirupiah dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp3.500/liter (belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak).

Jika dihitung ongkos kirim katakanlah USD3 per barel (Rp300/liter) dan PPN 10 persen  (Rp380/liter) ditambah PBBKB 5 persen (Rp190/liter) maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di harga Rp4.370-Rp4.500 per liter. Tapi kenyataannya harga Solar subsidi sampai saat ini Rp5.750 per liternya (Harga keekonomian: Rp6.750 per liter) ada selisih harga Rp2.380 dari harga keekonomian (selisih Rp1.380 dari harga subsidi). Keuntungan yang sangat besar tentunya yang diraih oleh Pertamina dari masyarakat. [sam]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Denny Indrayana Ingatkan Konsekuensi Putusan MKMK dalam Kasus Arsul Sani

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30

HAPPI Dorong Regulasi Sempadan Pantai Naik Jadi PP

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22

Pembentukan Raperda Penyelenggaraan Pasar Libatkan Masyarakat

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04

Ijazah Asli Jokowi Sama seperti Postingan Dian Sandi

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38

Inovasi Jadi Kunci Hadapi Masalah Narkoba

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12

DPR: Jangan Kasih Ruang Pelaku Ujaran Kebencian!

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06

Korban Meninggal Banjir Sumatera Jadi 1.030 Jiwa, 206 Hilang

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

Bencana Sumatera, Telaah Konstitusi dan Sustainability

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

PB HMI Tegaskan Putusan PTUN terkait Suhartoyo Wajib Ditaati

Senin, 15 Desember 2025 | 23:10

Yaqut Cholil Masih Saja Diagendakan Diperiksa KPK

Senin, 15 Desember 2025 | 23:07

Selengkapnya