‎RMOL. Pemerintah harus menjadikan pengunduran diri Maroef Sjamsoedin dari kursi Presiden Direktur PT Freeport Indonesia sebagai momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Freeport.
"Pemerintah harus melakukan evaluasi terbuka bersama seluruh stake holder, unsur masyarakat dan para ahli untuk menghasilkan rekomendasi keputusan dalam rangka mengambil kebijakan atas nasib Freeport," kata Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean, Selasa (19/1).
Menurut dia ada beberapa hal yang perlu dibahas pasca mundurnya Maroef. Pertama soal divestasi saham, apakah harus diambil pemerintah atau ditolak? Apakah nilainya terlalu tinggi atau tidak? Dan, apa urgensi mengambil divestasi saham di tengah merosotnya harga saham Freeport?
Kedua, terkait kelanjutan operasi Freeport, apakah Indonesia mampu secara teknologi dan finansial untuk meneruskan tambang Freeport? Jika tidak mampu, apa solusinya?
Hal lain yang juga penting terkait berapa cadangan komoditi yang masih tersisa pada tambang Freeport?
Pertanyaan-pertanyaan ini, kata Ferdinand, akan menghasilkan kesimpulan bagaimana pemerintah harus bersikap. Satu hal yang juga perlu dicermati oleh pemerintah adalah manuver manuver yang dilakukan oleh pihak Amerika dan Freeport di Papua dan dikancah internasional.
"Kita perlu waspada jangan sampai isu kontrak Freeport bergeser kepada isu politik internasional dan lokal," tukasnya.
Kabar Marsda TNI (Purn) Maroef Sjamsoeddin mundur dari jabatan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia diketahui dalam surat Interoffice Memorandum PT Freeport Indonesia Management yang beredar di kalangan media, tadi malam. Dalam surat tertulis pemberitahuan pengunduran diri Maroef pada tanggal 18 Januari 2016.
Pada Desember 2015 lalu, Direktur Utama (Executive Chairman) sekaligus pendiri perusahaan Freeport-McMoRan, James R. Moffett, lebih dulu mengundurkan diri dari jabatanya. Hal ini menyusul terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan jatuhnya harga komoditas perusahaan tambangnya.[dem]