. Presiden Joko Widodo menegaskan dirinya tidak bisa diintervensi siapapun dalam menjalankan pemerintahan. Mantan gubernur DKI Jakarta ini lantas menunjukkan dirinya adalah seorang pemberani dalam segala hal di saat orang meragukannya, salah satunya mengeksekusi mati para terpidana kasus narkoba. Pernyataan yang dilontarkannya dalam Rakernas I PDI Perjuangan, Minggu kemarin (10/1).
Pernyataan Jokowi tersebut dianggap sebagai sikap sarkastis seorang Presiden oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
"Sarkas, menyebutkan diri sebagai pemberani kok untuk ambil nyawa orang," kata Koordinator Kontras Haris Azhar kepada wartawan di Jakarta, Senin (11/1).
Haris lantas menantang Jokowi untuk membuktikan keberaniannya dengan mengusut kasus-kasus yang melibatkan pendukungnya selama Pilpres 2014.
"Berani tidak Jokowi mendorong agar pengadilan bisa mengadili Hendropriyono karena kasus Talangsari 1987, berani tidak periksa Megawati untuk kasus BLBI, usut kasus darurat militer di Aceh. Kalau Jokowi terima tantangan ini barulah pantas menyebut dirinya sebagai Presiden yang tidak bisa diintervensi dan pemberani," jelasnya.
Menurut Haris, materi yang disampaikan Jokowi dalam Rakernas PDIP tersebut justru banyak yang tidak nyambung.
"Sudah tidak ada yang bisa dijual, lalu kasus hukum mati yang dijual. Presentasi kemarin itu sangat tidak logis," ungkapnya.
Haris mengaku bingung dengan pernyataan Jokowi tentang keberanian menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dengan indikator soal hukuman mati.
"Persoalan MEA itu tentang persaingan SDM, usaha dan ekonomi, kemudian menyinggung hukuman mati. Pernyataan yang sangat ngawur itu. Malah eksekusi mati yang pelaksanaannya terkesan digembar-gemborkan Jaksa Agung telah berperan mencoreng nama baik Bangsa Indonesia di mata Internasional," bebernya.
Atas kondisi itu, Haris menyarankan Jokowi lebih mendengar para ahli sebelum menyampaikan presentasi di forum nasional agar tidak membuat malu. Hukuman mati, lanjutnya, bukanlah sebuah prestasi membanggakan bagi seorang Presiden dalam menjalankan pemerintahannya.
"Hukuman mati bukan tolak ukur prestasi atau keberanian seorang Presiden ataupun Jaksa Agung sebagai eksekutor. Banyak-banyak mendengar para ahli biar tahu pengetahuan dari setiap isu," tandas Haris.
[wah]