. Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) meminta Polri mengedepankan UU Pers ketimbang melakukan penyelidikan terkait dugaan kasus pencamaran nama baik dan fitnah yang laporan pihak Ketua DPR Setya Novanto terhadap Metro Tv dan Metrotvnews.com.
Kuasa hukum Novanto, Razman Nasution sebelumnya melaporkan pimpinan redaksi Metro TV, Putra Nababan ke Bareskrim Polri dengan Tanda Bukti Lapor Nomor TBL/886/XII/2015/Bareskrim.Putra Nababan dianggap mencemarkan nama baik Novanto lewat jalur elektronik.
Aktivis LBH Pers, Asep Komarudin berpendapat seharusnya Novanto yang diwakili oleh kuasa hukumnya menggunakan mekanisme penyelesaian pemberitaan yang diatur oleh UU Pers apabila ada yang dipersoalkan terkait pemberitaan Metro TV, bukan langsung melapor kepada kepolisian atau berbarengan dengan pelaporan di Dewan Pers.
"Sikap SN yang terkesan 'menyikat' semua pihak yang dianggap menyerangnya adalah sebagai tindakan yang tidak dewasa dalam bernegara dan akan menjadi efek buruk dicontoh oleh pejabat negara lainya," ujar Asep di Jakarta, Selasa (15/12).
Lanjutnya, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 31.PUU-XIII.2015 bahwa pencemaran nama baik terhadap pegawai atau pejabat negara adalah delik aduan, maka yang seharusnya melaporkan adalah Novanto sendiri bukan diwakili oleh kuasa hukumnya.
"Hal ini perlu dibedakan kuasa hukum dalam ranah perdata dan pidana. Dalam pidana yang dicari adalah kebenaran materil sehingga apabila pelapor pidana diwakili maka siapa yang bisa menjamin kuasa hukum yang melaporkan tidak melebih-lebihkan atau mengurangi keterangan dari pemberi kuasa yakni SN," bebernya.
Berdasarkan putusan MA No.1608/K.Pid/2005 yang menyatakan bahwa UU Pers disamakan dengan Primat Privilege yaitu UU Pers harus didahulukan dari aturan pidana lainnya. Jadi apabila ada yang melaporkan atau berkeberatan terkait pemberitaan, yang lebih didahulukan adalah mekanisme penyelesaian sengketa pers yang ada di dalam UU No. 40/1999 tentang Pers.
Seharusnya Kepolisian harus mematuhi dan merujuk MoU No. 01/DP/MoU/II/2012 antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negera Republik Indonesia, tentang Koordinasi Dalam Penegakkan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers dalam menangani laporan atas pemberitaan dan melimpahkan kasus ini kepada Dewan Pers.
"Dan apabila pelaporan ini dilanjutkan oleh kepolisian akan menjadi deretan panjang kriminalisasi terhadap kebebasan pers di Indonesia," terangnya.
Tegas Asep melanjutkan, kebebasan pers merupakan condition sine qua non bagi terwujudnya demokrasi dan negara yang berdasarkan atas hukum.
"Karena tanpa kebebasan pers maka kemerdekaan menyatakan pikiran dan berpendapat yang sudah dijamin dalam UUD 1945 menjadi sia-sia," pungkasnya.
[rus]