Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi, Chandra M. Hamzah mengungkapkan tidak ada ketentuan dalam UU pimpinan KPK harus ada yang berasal dari kepolisian atau kejaksaan.
Dia menyampaikan itu berdasarkan pengalamannya mengikuti Tim Persiapan Pembentukan Komisi Anti Korupsi, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada tahun 2000 lalu.
"Tidak pernah dibicarakan keharusan adanya unsur jaksa atau unsur kepolisian sebagai Pimpinan KPK," tegasnya melalui pesan singkat yang diterima petang tadi, Kamis (26/11).
Dia mengakui keberadaan pasal 21 ayat (4) UU KPK yang menyatakan pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Namun Chandra menjelaskan bahwa pasal tersebut sebagai bentuk antisipasi apabila terjadi keadaan mendesak yang mengharuskan Pimpinan KPK untuk melakukan penyidikan dan penuntutan sendiri.
Sama halnya seperti yang tercantum dalam pasal 29 huruf d yang berbunyi bahwa Pimpinan KPK harus berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan adalah dilatarbelakangi pemikiran bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup dengan pendekatan hukum saja, melainkan diperlukan keahlian bidang lain.
"Dilatar belakangi pemikiran bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup dengan pendekatan hukum saja, melainkan diperlukan keahlian dibidang lain, yaitu ekonomi, keuangan, atau perbankan," katanya.
Disinggung apakah 10 capim KPK saat ini sudah memenuhi kriteria di atas tidak, dia lebih memilih menyerahkan ke DPR untuk menilainya. (
Prof. Romli: Kembalikan Hasil Pansel, Seleksi Ulang Capim KPK)
"Mengenai apakah calon-calon Pimpinan KPK memenuhi syarat tersebut atau tidak, silahkan DPR yang menilainya," demikian Chandra.
Sebagaimana diketahui, dari 10 capim KPK saat ini tidak ada yang berasal dari kejaksaan. Sehingga memunculkan penilaian di kalangan anggota Komisi III DPR bahwa calon KPK yang disodorkan panitia seleksi tidak memenuhi persyaratan.
[zul]