Perjalanan satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diwarnai serangkaian pengkhianatan terhadap negara, bangsa, rakyat dan konstitusi.
Pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan, pengkhianatan paling telanjang adalah dalam perpanjangan kontrak PT Freeport. Menurutnya, perlakuan pemerintahan Jokowi terhadap Freeport selaras dengan kepentingan asing untuk melanjutkan investasi model kolonial di Indonesia.
Melalui Kementerian ESDM, pemerintah telah memberikan perlakuan istimewa kepada Freeport.
"Padahal kita tahu bahwa Freeport telah melanggar UU Minerba. Freeport tidak mampu untuk menjalankan UU minerba tapi di sisi lain pemerintah juga tidak mampu untuk memaksa Freeport untuk taat pada UU minerba teraebut," jelas Salamuddin saat diskusi bertema 'Menggali Freeport, Diantara Kepentingan Asing dan Kedaulatan Indonesia' yang digelar di Warung Komando, Tebet, Jakarta, Minggu (22/11).
Sehingga hal ini menurut Daeng semakin menjauhkan dari kepentingan negara dan rakyat. Daeng juga menilai langkah pemerintah yang dalam hal ini Kemementerian ESDM secara vulgar telah melawan konstitusi.
Seperti diketahui, UU dan bahkan kontrak karya itu sendiri yang mewajibkan 3 hal: Pertama, Freeport harus melakukan pengolahan di dalam negeri dan tidak lagi mengeksport bahan mentah. Kedua, Freeport harus melakukan divestasi saham kepada pemerintah bukan kepada Menko Polhukam Luhut Panjaitan, Wapres Jusuf Kalla atau Ketua DPR Setya Novanto, yakni pemerintah pusat, daerah, BUMN dan BUMD.
"Divestasi harus dilakukan secara langsung bukan melalui IPO. Terakhir, Kontrak Freeport harus di renegosiasi mengingat sudah berakhir," beber Salamuddin.
Namun yang dilakukan pemerintahan Jokowi telah berlawanan dengan amanat Konstitusi, UU tentang Mineral dan Batubara serta pasal pasal tentang divestasi yang termuat dalam kontrak karya. Semua dilakukan agar Freeport nyaman, lenggeng, dan bisa dengan sesuai hati mengeruk kekayaan alam, melanjutkan eksport bahan mentah, dan mengambil seluruh keuntungan pertambangan tanpa menyusahkan secuilpun untuk bangsa ini.
"Mereka memunculkan berbagai argumentasi bahwa jika mengatur sesuai dengan UU minerba maka para investor akan kabur lah dan lain sebagainya. Sejak awal pun, PTFI ini tidak mempunyai niat dan percaya diri untuk menjalankan UU Minerba itu," demikian Salamuddin.
[wah]