Berita

Bisnis

Iuran Peserta Mandiri BPJS Kesehatan Jangan Dinaikan Dulu!

MINGGU, 22 NOVEMBER 2015 | 06:14 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Pemerintah dan Direksi BPJS Kesehatan diminta untuk menunda rencana menaikkan iuran peserta mandiri Jaringan Kesehatan Nasional (JKN) di tahun depan.

"Rencana meningkatkan iuran ini hanya upaya mengorbankan dan menjadikan kambing hitam peserta mandiri karena kegagalan direksi dalam mengelola iuran dan peserta," ujar Kordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Minggu, 22/11).

Menurutnya ada banyak potensi peningkatan iuran yang bisa dioptimalkan selain dengan cara meningkatkan iur premi peserta mandiri agar iuran BPJS tidak mengalami defisit. Informasi yang dihimpun, pemerintah berencana menaikan iuran untuk kelas 2 menjadi sebesar Rp 50 ribu dan untuk kelas 1 sebesar Rp 80 ribu per bulannya.


Caranya, pertama, dengan meningkatkan jumlah peserta pekerja penerima upah (PPU). Perpres No 111/2013 menyatakan bahwa PPU wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 1 Januari 2015. Namun kenyataannya hingga saat ini baru sekitar 30% PPU yang menjadi peserta.

"Kehadiran PPU yang saat ini berjumlah sekitar 40 juta orang akan meningkatkan iuran sehingga bisa menutupi klaim dan bpjs tidak mengalami defisit. Sayangnya, perintah Perpres 111 tidak dijalankan direksi BPJS kesehatan, malah membuat MOU dengan Apindo sehingga banyak PPU yang tidak didaftarkan ke BPJS.‬ Selain itu, direksi juga tidak mampu menggunakan PP 86/2013 tentang sanksi untuk meningkatkan jumlah peserta PPU," papar Timboel.

Kedua, Direksi BPJS Kesehatan harus tegas terhadap pemerintah daerah (pemda) yang menunggak iuran. Menurut Timboel, banyak iuran yang dibiarkan tidak terpungut oleh BPJS kesehatan saat ini adalah iuran dari pemda-pemda.

"Banyak pemda yang nunggak iuran tapi dibiarkan. Direksi tidak bisa berbuat apa-apa. Ini kesalahan direksi yang juga didukung oleh lemahnya kementerian Dalam Negeri untuk memberi sanksi kpd pemda pemda yg nunggak iuran BPJS Kesehatan," katanya.

‪Langkah ketiga, masih kata Timboel, Direksi BPJS Kesehatan belum mampu membuat sistem kolekting iuran yang memudahkan peserta membayar iuran. Banyak peserta mandiri yang menunggak iuran karena sistem tidak mendukung kemudahan bagi mereka untuk membayar iuran. Makanya, menurut dia, kalaupun besaran iuran dinaikkan tapi sistem kolekting iuran tidak dibenahi akan percuma saja.

Dalam hemat Timboelm kenaikan premi pada peserta mandiri akan memperbesar perbedaan jumlah iuran antara peserta mandiri yang merupakan mayoritas pekerja informal dengan pekerja formal. Dia mencontohkan, peserta mandiri kelas 2 direncankan pemerintah naik menjadi sekitar Rp 50 ribu. Kalau punya lima anak, perbulan dia harus membayar Rp 250 ribu. Sementara pekerja formal dengan rata-rata upah Rp 2 juta perbulan, bila punya lima anak lima, maka iuran yang harus dibayarkan sebesar Rp 100 ribu.

Demikian juga untuk peserta mandiri kelas 1. Kalau dinaikkan menjadi Rp 80 ribu maka untuk mencover 5 orang iuran perbulan yang harus dibayarkan menjadi Rp 400 ribu, sementara untuk pekerja formal dengan rata-rata upah Rp 5 juta hanya Rp 250 ribu.

‪"Terjadi kesenjangan signifikan antara jumlah iuran pekerja formal dan peserta mandiri, termasuk di dalamnya pekerja informal). ‪Harusnya pemerintah membuat sistem paket iuran peserta mandiri untuk keluarga, misalnya untuk 5 orang bagi kelas 2 sebesar Rp 100 ribu, dan untuk 5 orang tanggungan bagi kelas 1 sebesar Rp 250 ribu. Jadi peserta mandiri diberi pilihan, bisa paket atau sendiri-sendiri," demikian Timboel.[dem]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya