Berita

Bisnis

Saatnya Nasionalisasi Freeport

JUMAT, 20 NOVEMBER 2015 | 02:19 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Skandal perekaman yang diduga suara Ketua DPR Setya Novanto menjadi bukti betapa beraninya Freeport mengadu-domba antar pejabat Indonesia.

Pejabat yang tertuduh patut mendapatkan hukuman yang setimpal tetapi Freeport juga harus mendapat hukuman berat.

Begitu disampaikan Sekjen Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) Sya'roni dalam perbincangan dengan Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (19/11).

"Hukuman terberat yang harus diterima Freeport adalah penghentian kontrak karya di Indonesia," tegas dia.

Menurut Sya'roni harus ada keberanian Presiden Jokowi untuk tidak memperpanjang kontrak Freeport di Papua.

"Inilah momentum yang ditunggu-tunggu seluruh rakyat Indonesia. Apabila tidak dihentikan sekarang, bangsa Indonesia akan menanti lagi hingga 2041," katanya.

Sejak mulai pengerukan pada 1967, isu kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Freeport terus menjadi topik wacana. Mulai dari pengrusakan alam, pencemaran lingkungan, kekerasan terhadap penduduk dan eksploitasi alam yang sangat massif.

Dalam hemat Sya'roni, cukup dua kali kita menorehkan tanda tangan kerjasama dengan Freeport. Pertama pada tahun 1967, dimana saat itu kita membutuhkan suntikan investasi untuk menggerakkan pembangunan. Kedua pada 1991 ketika Indonesia dalam kepemimpinan yang sangat otoriter sehingga perpanjangan kontrak sarat dengan manipulasi dan korupsi.

"Rentang panjang dari 1967 hingga sekarang cukuplah menjadikan bangsa ini memiliki kemampuan untuk mengelola sendiri tambang emas Papua. Apalagi saat ini hampir semua karyawan Freeport adalah rakyat Indonesia, sehingga apabila dilakukan nasionalisasi dipastikan rakyat Indonesia sanggup mengelolanya sendiri," ujarnya.

Soal modal sambung Sya'roni, tidak perlu dipikirkan. Kekayaan alam yang terkandung di dalam perut bumi Papua sudah cukup menjadi jaminan untuk menarik investor di seluruh dunia memberikan pinjaman.

"Menasionalisasi Freeport tidak hanya menghentikan praktik eksploitasi ekonomi, tetapi juga menegakkan kedaulatan di bumi pertiwi," tukasnya.[dem]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya