nasaruddin umar/net
nasaruddin umar/net
PENDIRIAN rumah ibadah dalam masyarakat plural seperti Indonesia merupaÂkan suatu hal yang sensitif. Meskipun rumah ibadah seÂsungguhnya tempat untuk mengembalikan manusia kepada jati diri yang paling luhur dan bahkan suci. NaÂmun secara sosiologis akan menimbulkan persoalan tersendiri jika tidak diatur, karena rumah ibadah bukan hanya temÂpat untuk beribadah (internum) tetapi sekaligus simbol dan pusat aktifitas kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan (ekternum) bagi pemilik rumah ibadah tersebut.
Perlu dibedakan antara 'tempat ibadah' dan 'Rumah Ibadah'. Tempat ibadah ialah tempat di mana seseorang atau kelompok bisa melakuÂkan ibadah, termasuk ibadah ritual, namun konotasinya tidak dipermanenkan sebagai temÂpat ibadah formal, yang memungkinkan secara terbuka orang lain bisa mengakses tempat itu untuk beribadah. Dengan kata lain, tempat itu sejak awal tidak dimaksudkan sebagai tempat ibadah permanen untuk public. Sedangkan RuÂmah Ibadah adalah suatu tempat yang sejak awal pendiriannya dimaksudkan untuk menjadi tempat ibadah dan sekaligus pusat aktifitas soÂsial keagamaan public. Tempat ibadah dibanÂgun tidak menggunakan atribut dan ornament keagamaan, sebagaimana layaknya sebuah Rumah Ibadah. Sedangkan Rumah Ibadah suÂdah dirancang sedemikian rupa dengan mengÂgunakan arsitektur yang bercorak keagamaan dengan segala atribut keunikannya. Tempat ibaÂdah berada di dalam wilayah internum, sedanÂgkan Rumah Ibadah berada di dalam wilayah eksternum.
Dalam Penjelasan UU No. 1 PNPS Tahun 1965 disebutkan Rumah Ibadah merupakan pusat peribadatan dan sekaligus pusat kebuÂdayaan yang dimiliki oleh tiap agama yang dipeÂluk oleh penduduk Indonesia ialah: Islam, KrisÂten, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Di dalam undang-undang ini tidak disebutkan keberadaan agama lain selain keenam agama tersebut di atas. Masalah akan muncul jika ada kelompok agama selain keenam agama terseÂbut akan mendirikan rumah ibadah. Bukan saja persoalan pembangunan rumah ibadahnya bermasalah tetapi juga kebeadaan agamanya sendiri menjadi masalah. Sebagai contoh, seÂandainya ada kelompok agama Yahudi ingin mendirikan Sinagog di Indonesia tentu akan mengahadapi masalah berlapis. Selain masalah resistensi masyarakat umum juga sistem reguÂlasi di Indonesia tentu masih ada masalah. Contoh lain, jika ada kelompok sempalan dari salahsatu agama yang disebutkan di atas yang tidak mendapatkan pengakuan dari agama inÂduknya akan mendirikan rumah ibadah, tentu aka nada yang mempermasalahkannya.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
UPDATE
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05
Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51
Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24
Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50
Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25