Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi membeberkan, ada sekitar 146 BUMN yang menderita kerugian negara sebesar Rp 6,7 triliun, angka yang sama dengan kerugian bailout Bank Century era SBY.
Ditambah 25,5 juta dolar AS, 24 ribu Euro, dan 210 ribu dolar Singapura, di dalam 5.999 kasus.
Data itu diperolehnya dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2014, yang merupakan audit atas kinerja BUMN di era Pemerintahan SBY-Boediono.
"Sangat miris, bila melihat potensi kerugian negara seperti di atas. Tidak tanggung tanggung, uang triunan bisa mengalir dan menguap tanpa jejak, dan pejabat BUMN tidak ada yang mau bertanggung jawab dalam hal ini," kata dia, Jumat (13/11).
"Sangat miris, bila melihat potensi kerugian negara seperti di atas. Tidak tanggung tanggung, uang triunan bisa mengalir dan menguap tanpa jejak, dan pejabat BUMN tidak ada yang mau bertanggung jawab dalam hal ini," kata dia, Jumat (13/11).
Uang triliunan itu, menurut dia, seharusnya dikelola untuk pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Didasari inilah, CBA, kata Uchok, meminta kepada DPR ada peninjauan ulang atau mencopot posisi Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN dan Sudirman Said sebagai Menteri ESDM.
Dari data BPK yang ada, papar Uchok, Perum Bulog menempati urutan pertama dengan potensi kerugian negara sebesar Rp1,2 triliun, dan 2,8 juta dolar AS dengan 134 kasus. Lalu PT. Perusahaan Gas Negara yang rugi sebesar Rp 84,4 miliar, dan 2,5 juta dolar AS (57 kasus).
Di urutan ketiga PT.PLN yang ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 587 miliar dan 1,2 triliun dolar AS (344 kasus). Keempat ditempati PT. PAL Indonesia dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 549,6 miliar dan 1,2 juta dolar AS (66 kasus). Urutan kelima adalah PT. Garuda Indonesia yang rugi sebesar Rp 16 miliar dan 1,2 juta dolar AS (85 kasus).
Sementara urutan keenam, PT Pertamina dengan potensi kerugian negara Rp 24,2 miliar dan 446,2 ribu dolar AS (730 kasus). Khusus Pertamina, Uchok punya catatan tersendiri karena kasus PT Petral, anak usahanya yang bertugas mengimpor BBM, tidak dimasukkan dalam daftar.
Padahal, ada dugaan kerugian negara sebesar Rp 250 triliun di perusahaan itu. Tapi lantaran Petral bukan sebagai BUMN induk, maka kerugiannya seakan di luar Pertamina. Fakta ini disampaikan sendiri oleh Menteri ESDM, Sudirman Said, ke publik.
"Tapi sayang seribu sayang, ternyata, Menteri Sudirman Said hanya seorang pengecut. Tidak berani mengungkap aktor atau nama pejabat negara yang menikmati keuntungan sebesar Rp 250 triliun tersebut," kritik Ucok.
Menteri Said, menurut Uchok, hanya berani menceritakan modus-modus kerugian negara Petral saja ke publik, yang sebetulnya publik sudah tahu dari dulu. Sedangkan nama-nama pejabat negara yang bikin Petral rugi, publik belum tahu.
"Maklumlah saat ini, Sudirman Said salah satu menteri ESDM yang berpotensi mau dipecat dari kabinet Jokowi sehingga bermanuver terus dengan cara berkoar-koar agar jangan sampai dipecat oleh Presiden Jokowi," tukasnya
.[wid]