Berita

Eks Wapres Boediono/net

Bisnis

Boediono: Sewaktu-waktu Kita Bisa Kena Bencana

Khawatirkan Kondisi Ekonomi
JUMAT, 13 NOVEMBER 2015 | 10:00 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Eks Wapres Boediono geregetan melihat lesunya perekonomian nasional saat ini. Baginya, kondisi yang terjadi saat ini sudah tidak normal. Jika pemerintah tidak mampu menanganinya dengan baik, sewaktu-waktu Indonesia bisa kena bencana.

Sebagai ekonom senior, Boediono tahu betul sulitnya ekonomi saat ini. Menurutnya, tantangan ekonomi saat ini jauh lebih besar dibanding krisis yang terjadi pada tahun 1970 atau 1997. Guncangan yang ada saat ini sangat kencang, baik dari internal maupun eksternal. Karenanya, pemerintah harus sigap.

"Kita semua tahu ada headwind (angin dari depan), ada pula sidewind (angin dari samping) yang membawa ekonomi kita offtrack (keluar jalur). Sekarang ini sidewind-nya banyak sekali dan lebih kencang, berbeda saat 1970-an. Krisis dan bencana bisa menerpa kita sewaktu-waktu," ucapnya dalam seminar Indonesia Economic Outlook 2016 di Kampus Universitas Indonesia, Depok, kemarin.


Jika melihat ke kondisi ekonomi saat ini, pernyataan Boediono itu tepat. Lihat saja beberapa bulan lalu, rupiah langsung anjlok saat bank sentral AS, The Fed, mewacanakan penaikan suku bunga acuan. Kondisi rupiah semakin terperosok saat China melakukan devaluasi yuan.

Untuk itu, kata Boediono, pemerintah harus siap. Bukan tidak mungkin guncangan seperti itu bakal terjadi kembali, bahkan yang lebih besar lagi.

Bagaimana caranya? Kata Boediono, untuk menghadapi kondisi itu pemerintah tidak boleh terpaku teori-teori text book. Pasalnya, tidak banyak di dalam buku menjelaskan cara bertahan dalam menghadapi goncangan. Apalagi untuk situasi yang tidak normal.

"Karena situasinya agak berbeda, agak tidak normal, keputusan dan langkahnya itu harus inconventional. Tidak seperti yang biasanya kita dapatkan dari text book," tuturnya.

Boediono menyarankan pemerintah belajar dari krisis moneter 1997 dan krisis keuangan global pada 2008. Pada 1997, gara-gara tidak siap, ekonomi Indonesia anjlok dan mundur hingga 10 tahun ke belakang. Akibatnya, pemulihan krisis membutuhkan waktu panjang. Pada 2008, lanjutnya, Indonesia sudah lebih siap. Sehingga waktu pemulihan menjadi lebih pendek.

Nah, saat ini pemerintah harus membuat sistem ketahanan krisis. Sehingga, kalaupun kena krisis global, dampaknya tidak terlalu besar dan waktu pemulihannya juga singkat. "Tanpa ada sistem ketahanan krisis yang efektif, sustainable growth (pertumbuhan berkelanjutan) tidak akan pernah terjadi. Ini syarat untuk capai jalur sustainable growth," jelasnya.

Boediono kemudian mengingatkan teori lawas menjaga ekonomi yang dianalogikan dengan naik sepeda. Jika ingin seimbang dan tidak jatuh, sepeda harus terus dikayuh dan terus maju. "Keseimbangan dan stabilitas tidak bisa dilepas dari gerakan mengayuh maju yaitu pertumbuhan," jelasnya.

Karenanya, kesimbangan dan pertumbuhan harus terus dijaga secara bersama-sama. Pertumbuhan yang terjadi harus dirasakan semua pihak. Jangan hanya oleh para pengusaha besar.

Faktor lain yang harus diperhatikan adalah kondisi sosial politik. Jika terjadi ketidakpuasan yang besar akan menimbulkan kekacauan sosial. "(Kekacauan) itu menyetop sustanaible growth tadi. Jadi pemerataan sesuatu yang penting," tandasnya.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengamini pernyataan Boediono. Menurutnya, bukti ekonomi tidak normal adalah banyaknya pengangguran, padahal ekonomi Indonesia tumbuh di angka 4.7 persen. "Ketika ekonomi melambat, ditambah pengangguran dan inflasi tinggi, maka akan jadi masalah," ucap Enny, kemarin.

Karena itu, Enny minta pemerintah tidak menganggap remeh. Untuk inflasi, secara umum memang rendah. Tapi, jika dilihat dari sisi inflasi bahan makanan, sangat besar. Besar, daging, telur, minyak sayur, dan bahan-bahan kebutuhan pokoknya lainnya naik.

Enny setuju dengan berbagai paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Tapi, dia melihat paket-paket kebijakan itu lebih menyasar ke pertumbuhan jangka panjang. Sedangkan daya beli masyarakat masih drop. "Pemerintah harus concern menyelesaikan permasalah jangka pendek," sarannya.

Untuk jangka pendek ini, kata Enny, pemerintah jangan cuma gembar-gembor. Tapi harus ada langkah konkret yang bisa membuat ekonomi rakyat kecil menggeliat.

Dia mencontohkan langkah pemerintah menurunkan bunga kredit usaha rakyat (KUR) dari 22 persen menjadi 12 persen. Kebijakan ini sangat bagus. Tapi realisasinya masih sangat minim. Sampai Oktober lalu, realiasasi penyaluran KUR baru Rp 5 triliun. Padahal, tahun lalu KUR yang tersalurkan mencapai Rp 39 triliun.

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengakui paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah, khususnya mengenai deregulasi aturan, belum berjalan efektif. "Memang ada (belum efektif), terutama yang pertama. Kalau yang belakangan-belakangan, itu umumnya lebih lancar," ucapnya di Istana Kepresidenan, kemarin.

Deregulasi ini mandek karena ada beberapa pihak justru menginginkan tidak ada deregulasi. Untuk menyelesaikan masalah ini, Darmin sudah berkoordinasi dengan kementerian lainnya agar didapat jalan keluar yang tepat.

"Kami panggil satu-satu kementeriannya yang masih menunggak (deregulasi itu). Mudah-mudahan bisa lebih cepat," tandasnya. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya