Dualisme yang terjadi di tubuh Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) akhirnya selesai. Ke depan, Apersi fokus menyukseskan program sejuta rumah yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Ketua Umum DPP Apersi, Eddy Ganefo menerangkan, kepengurusan Apersi yang dipimpinnya merupakan asosiasi berbadan hukum yang diakui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), bahkan diklaim satu-satunya asosiasi yang berbadan hukum.
"SK Kemenkumham itu sudah diuji pihak lain, dimana setelah pengujian hingga tingkat banding dan kasasi di Mahkamah Agung sudah dinyatakan sah, dengan Putusan MA pada 26 Feb 2015 yang menolak kasasi pengurus tandingan dan hasil putusan diterima oleh PTUN pada 19 Okt 2015," ujar Eddy.
Dengan putusan ini, lanjutnya, ke depan Apersi akan fokus menyediakan hunian bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Eddy menyatakan, saat ini hampir 65 persen realisasi program sejuta rumah merupakan suplai dari anggota Apersi dari berbagai daerah di Indonesia. Sedangkan sisanya dari asosiasi lain, Perumnas dan pemerintah.
"Meski tidak mematok target yang besar, namun Apersi memastikan pembangunan rumah subsidi oleh anggotanya terealisasi sesuai harapan," ujarnya.
Hingga September 2015 sebanyak 60 ribu unit rumah sudah dibangun dan dijual anggota Apersi dari target 65 ribu unit pada tahun ini. Eddy justru mempertanyakan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang menyebutkan realisasi rumah subsidi dari Apersi sudah mencapai 150 ribu unit. Padahal pihaknya tidak pernah memberikan angka realisasi sebanyak itu.
"Itu data keliru, karena realisasi kami baru sekitar 60 ribu unit. Jadi sisanya dari mana saya enggak tahu," ujar Eddy.
Secara keseluruhan, Eddy Ganefo juga mempertanyakan total realisasi program sejuta rumah yang dikatakan Kementerian PUPR sudah mencapai hampir 500 ribu unit. Sesuai data yang diperoleh Apersi, realisasi program ini baru sekitar 90 ribu unit, dan 65 persen di antaranya dibangun anggota Apersi
.[wid]