Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) menggelar sarasehan dalam rangka milad ke-54 FISIP UMJ di kampus FISIP Cireunde, Tangsel, Sabtu (17/10) lalu. Acara yang ditujukan untuk merangkul para alumni FISIP ini menghadirkan beberapa pembicara alumni dalam sebuah sarasehan bertajuk "Meretas Jalan Menuju Indonesia Berkemajuan: Pemikiran Alumni FISIP-UMJ untuk Negeri".
Salah satu materi sarasehan yang menarik untuk disimak adalah paparan dari alumni FISIP UMJ, Erric Fadhli, M.Sc tentang gambaran sebuah negara sehat dilihat dari upaya dan komitmen pemerintah untuk belanja di sektor kesehatan. Menurut alumnus yang saat ini berprofesi sebagai penyusun Perundang-undangan di Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, tren belanja pemerintah pusat terhadap fungsi kesehatan masih relatif rendah dibanding dengan beberapa fungsi lainnya (pendidikan dan ekonomi).
"Di samping itu, Indonesia juga masih memiliki beberapa indikator kesehatan yang relatif rendah jika dibandingkan dengan rata-rata negara berkembang di ASEAN," sebut Erric seperti dalam rilis Humas FISIP UMJ yang diterima redaksi pagi ini (Kamis, 22/10).
Dijelaskan juga tentang level belanja kesehatan pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia masih sangat bervariasi. Beberapa pemerintah Kabupaten/Kota telah memiliki belanja kesehatan yang tinggi (seperti Kabupaten Kaimana yang telah memiliki belanja kesehatan sebesar Rp. 2.061.491,- per kapita di tahun 2012), sedangkan beberapa Kabupaten/Kota masih memiliki belanja kesehatan yang relatif rendah (seperti Kabupaten Lampung Tengah yang hanya memiliki belanja kesehatan sebesar Rp. 9.318,- per kapita di tahun 2012).
Melanjutkan pemaparannya, Erric mengungkapkan salah satu faktor yang mempengaruhi belanja kesehatan pemerintah adalah penerapan desentralisasi politik melalui mekanisme pilkada langsung. Mekanisme pemilihan langsung menawarkan gagasan yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas para pemimpin yang dipilih secara langsung tersebut. Akan tetapi, ada sebuah pandangan bahwa hal tersebut hanya berlaku bagi negara-negara yang sudah menerapkan demokrasi secara komprehensif seperti di negara-negara maju, sedangkan di negara berkembang seperti Indonesia hasilnya akan berbeda.
Sementara itu, faktor lainnya yang mempengaruhi belanja pemerintah daerah adalah transfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Salah satu bentuk transfer antar pemerintahan yang mempunyai peran yang sangat menonjol dalam menunjang belanja pemerintah Kabupaten/Kota adalah Dana Alokasi Umum (DAU). DAU membiayai mayoritas belanja pemerintah daerah dan penggunaan DAU sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah Kabupaten/Kota. DAU diharapkan dapat meningkatkan belanja kesehatan daerah seiring dengan peningkatan jumlah DAU yang ditransfer pusat ke daerah. Akan tetapi, seperti diingatkan oleh World Bank (2007), penggunaan DAU yang sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah dapat menyuburkan perilaku koruptif. Oleh karena itu, DAU tidak dengan sendirinya menjamin tingginya belanja kesehatan di daerah.
Selanjutnya, Erric menambahkan bahwa faktor kepemimpinan dapat meningkatkan belanja kesehatan di daerah Kabupaten/Kota di Indonesia karena berbagai alasan. Pertama, setelah implementasi pilkada langsung, pimpinan daerah banyak mendapat sorotan langsung dari media-media lokal maupun nasional. Di samping itu, sorotan masyarakat juga tertuju langsung kepada para pemimpin tersebut karena mereka adalah sebagai pusat kebijakan yang menimbulkan konsekuensi dalam hal perkataan dan tindakan yang dalam hal ini akan mengundang banyak reaksi dan juga komentar. Oleh sebab itu, kebijakan mereka akan memberikan dan membawa dampak yang lebih luas. Kedua, sejak pemimpin daerah dipilih langsung, mereka mempunyai insentif untuk dapat dipilih lagi jika mereka responsif terhadap kepentingan masyarakat.
Faktor penentu lainnya adalah tuntutan sosial. Performa pemerintah sangat tergantung pada bagaimana masyarakat "mengontrol" performa mereka. Tingkat akses masyarakat terhadap informasi adalah salah satu faktor yang menjamin tuntutan sosial agar dapat mempengaruhi performa pemerintah.
Menutup paparannya di hadapan ratusan alumni FISIP UMJ, Erric muncul dengan hipotesis dari studinya bahwa implementasi pilkada langsung yang lebih lama, dana transfer yang besar, dan kepemimpinan yang berintegritas serta tuntutan sosial yang tinggi adalah merupakan kombinasi atau jalan untuk menuju belanja kesehatan pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia yang tinggi.
[wid]