Rencana pemakaian lahan perkebunan teh milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dalam pembangunan mega proyek kereta cepat (high speed train) Jakarta-Bandung dikhawatirkan menimbulkan efek negatif. Dengan memanfaatkan lahan aset milik salah satu BUMN itu, dikhawatirkan bisa mempengaruhi kinerja perusahaan pengelolaan perkebunan.
Anggota Komisi VI DPR Refrizal berharap pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang akan melewati jalur Jakarta, Karawang, Walini dan berakhir di kawasan Gedebage, Bandung, dievaluasi sebelum proyek itu dikerjakan.
"Hampir sebagian besar lahan PTPN VIII di kawasan Walini Bandung akan dilalui dan dibangun infrastruktur kereta cepat. Selama ini, lahan tersebut kan dimanfaatkan untuk perkebunan. Kita khawatir, pembangunannya mengganggu bisnis utama PTPN," kata Refrizal kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Ia melanjutkan, lahan PTPN VIII yang nantinya dialokasikan untuk infrastruktur kereta cepat juga cukup luas, diperkirakan lebih dari 2 ribu hektare. Hal ini tentunya akan banyak mengurangi land bank (bank tanah) PTPN VIII dalam menjalankan bisnis perkebunan.
Refrizal menilai, efektivitas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan nilai bisnis kereta cepat tidak akan besar karena jarak Jakarta-Bandung yang tidak terlalu jauh.
"Jaraknya tanggung, dengan investasi mencapai Rp 70-an triliun, apa bisa balik modal dan menguntungkan? Sementara kita tahu, kalau perkebunan PTPN kan bisnis pasti, tiap tahun ada hasilnya," ketus Refrizal.
Ia berpendapat, sebaiknya pemerintah selaku pemegang saham PTPN VIII memberikan modal tambahan untuk mengembangkan industri pengolahan produk-produk perkebunan ketimbang berinvestasi di proyek kereta cepat.
"Kalau mau, sekalian dibuat yang jauh sekalian seperti Jakarta-Surabaya, tentu akan lebih efektif. Nilai ekonomisnya juga tinggi," katanya.
Dalam waktu dekat, kata Refrizal, Komisi VI DPR akan mengundang Kementerian BUMN beserta konsorsium BUMN yang tergabung dalam proyek ini untuk dimintai keterangan terkait pelaksanaan proyek tersebut.
"Nanti akan kita undang untuk dimintai penjelasannya, baik kementerian maupun masing-masing BUMN. Saat ini kita masih fokus menyelesaikan rencana anggaran untuk 2016. Kalau sudah rampung, baru kita bahas kereta cepat," tegasnya.
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PTPN VIII Dadi Sunardi mengatakan, lahan yang bisa digunakan untuk jalur kereta cepat merupakan lahan perkebunan teh yang sudah tidak bagus lagi ditanami teh dan dirasa lebih bermanfaat digunakan untuk aktivitas lainnya.
"Lahan itu lahan teh yang sudah enggak bagus untuk teh, tingkat kematiannya tinggi. Jadi lebih baik kita manfaatkan untuk dapat nilai lebih baik," katanya.
Dadi menjelaskan, adanya perubahan iklim membuat lahan tersebut saat ini terbilang jelek jika ditanami teh. Selain itu, daerah tersebut kini kian terbuka yang menyebabkan peningkatan suhu.
Padahal kata dia, untuk menanam teh tidak boleh di tempat yang bersuhu di atas 30 derajat karena membuat pucuk teh menjadi tidak tumbuh dan mengurangi produksi.
"Saat ini lahannya memang masih berproduksi tapi hasilnya tidak maksimal. Kurang lebih produksi hanya 30-40 persen. Sebelumnya produksinya 1.300-an kilogram per hektare per tahun. Sekarang tinggal 600-800 kg per hektare per tahun," papar Dadi.
Untuk itulah, kata Dadi, agar tetap berguna, maka lahan tersebut harus tetap dimanfaatkan dan dioptimalkan.
"Lahannya ada di kilometer 92-97 tol Daerah Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat. Luasnya nanti saya sampaikan karena masih hitung-hitungan," katanya.
Pengamat Urban Planning Hendricus Andy Simarmata menambahkan, pembangunan kereta cepat harus tetap memperhatikan lahan hijau dan resapan air.
"Jangan sampai mengurangi fungsi perkebunan dan resapan air yang selama ini terjaga di lahan PTPNVIII. Begitupun infrastruktur di perkotaannya nanti, harus dikontrol dengan baik, dan memperhatikan resapan air agar tidak rawan bencana," ungkap Andy.
Yang terpenting, lanjutnya, dari pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, pemerintah bisa mengembangkan proyek perkotaan di setiap wilayah Jakarta dan Bandung, tapi tetap memperhatikan tata ruang.
"Kota-kota yang ada di proyek kereta cepat harus didesain sebaik mungkin, agar orang yang turun dari kereta cepat bisa jalan kaki, jadi tidak perlu menggunakan kendaraan lain agar bisa melihat keindahan," katanya. ***