Berita

Publika

Perjuangan Putih dalam Bayangan Hitam Batubara

MINGGU, 18 OKTOBER 2015 | 22:33 WIB

PELABUHAN Cirebon merupakan pelabuhan yang memiliki peran strategis dalam menangani sekitar 90 persen muatan curah dimana 80 persennya muatan kering berupa batubara.

Intensitas bongkar muat batubara semakin meningkat sejak tahun 2004 seiring dengan perubahan penggunaan energi oleh industri tekstil sebagai bahan bakar dalam proses produksinya.

Pada tahun 2008 tercatat industri  yang telah beralih menggunakan batubara sudah mencapai 226 perusahaan, terbanyak diantaranya berada di Kabupaten Bandung, disusul Kota Cimahi sedangkan sisanya tersebar di sepuluh lokasi dan terus meningkat hingga saat ini (Tim Tekmira, 2008).


Setiap harinya kurang lebih 300-400 truk batubara keluar dari pelabuhan hilir mudik melewati jalan-jalan kota Cirebon untuk didistribusikan ke stockpile di wilayah pangenan maupun langsung ke wilayah bandung dan sekitarnya.

Debu hitam batubara akibat dari aktifitas bongkar muat di palabuhan Cirebon berdampak signifikan pada menurunnya kualitas hidup dan kesehatan masyarakat dan para pelajar kota Cirebon khususnya disekolah yang berada disekitar pelabuhan.

Dampak debu batubara sebenarnya mengancam hampir seluruh penjuru kota Cirebon, Namun Kelurahan panjunan merupakan wilayah terdekat dari lokasi pelabuhan. Kelurahan Panjunan terdiri dari 10 RW dan 42 RT dengan jumlah penduduk 9.997 jiwa.  Dari hasil penelusuran Walhi Jawa Barat di lapangan banyak dari masyarakat menderita penyakit ISPA seperti bronchitis, sesak napas, asma dan lain-lain.

Di RW 01 dan 10 yang langsung berbatasan dengan pelabuhan, kami menemukan beberapa warga yang menderita bronchitis, cerita warga yang meninggal akibat asma dan balita yang terus mengalami penurunan berat badan secara drastis serta bayi yang hidungnya penuh dengan debu batubara menggumpal.

Sementara berdasarkan data 10 besar penyakit yang diperoleh dari puskemas pesisir terdata prosentase tertinggi yang diderita warga masyarakat adalah penyakit ISPA mencapai lebih dari 20% selama 5 tahun terakhir periode 2010-2014.

Masyarakat kota Cirebon yang tergabung dalam paguyuban masyarakat panjunan bersatu (PMPB) dan forum kepala sekolah secara bersama-sama maupun terpisah telah menempuh berbagai cara untuk memperjuangkan hak mereka atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Perjuangan warga dan beberapa pihak sekolah mengalami dinamika turun-naik dan berbagai motif yang melatar belakanginya, Mulai motif tentang isu CSR, grandong, pembagian batubara serta kesehatan dan lingkungan.  

Hingga pada tanggal 4 Oktober 2015 diadakan pertemuan warga yang dihadiri oleh 3 anggota DPRD kota Cirebon dari fraksi PDIP, Hanura dan Nasdem. Pada kesempatan itu WALHI jawa barat berbagi dan mempresentasikan tentang fakta-fakta kotor dan ancaman batubara terhadap lingkungan dan kesehatan serta mendorong agar pemerintah kota Cirebon bersikap dan mengeluarkan kebijakan untuk segera menutup bongkar muat batubara.

Pasca pertemuan, masyarakat mengirimkan surat protes kepada walikota Cirebon, yang akhirnya kemudian dilanjutkan dengan pertemuan rapat dengar pendapat warga, DPRD dan pemerintah kota Cirebon (Kamis, 15/10).

Dalam rapat dengar pendapat ketua DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno menjelaskan surat rekomendasi DPRD sangat tegas yaitu mendesak kepada wali kota segera menerbitkan surat penutupan aktivitas bongkar batu bara di Pelabuhan Cirebon. Sementara Walkota Nasrudin Azis mengatakan akan segera mengeluarkan surat rekomendasi penutupan yang akan dilayangkan ke kementerian lingkungan hidup kehutanan dan kementerian perhubungan.

Keinginan warga dan pemerintah kota Cirebon yang telah berhasil mendorong kebijakan terkait penutupan aktifitas bongkar muat batubara yang didasari oleh kesadaran bahwa dampak buruk batubara sangat mengancam kesehatan dan keberlanjutan hidup manusia harus segera direspon oleh pemerintah pusat.

Presiden jokowi seharusnya mereview dan merubah kebijakan pengadaan energi nasional serta mendorong industrialisasi untuk mengembangkan dan merubah penggunaan batubara ke energi baru terbarukan sebagai energi utama dalam proses produksi.[***]

Wahyu Widianto
Manajer Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat



Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya