Berita

foto:rm

Adhie M Massardi

Ketika Rajawali Mematuk Freeport

JUMAT, 16 OKTOBER 2015 | 11:17 WIB | OLEH: ADHIE M. MASSARDI

SUNGGUH benar pujangga Indonesia modern WS Rendra yang dalam sajak berjudul Rajawali mengatakan: Langit tanpa rajawali, adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma...!”
 
Maka sejak Presiden Joko Widodo memasukan rajawali” dalam mandat rakyat untuk mengelola seisi negeri demi kemaslahatan bangsa, langit kekuasaan” yang nyaris jumud dan membosankan itu, pun terasa jadi memiliki ruh, memiliki sukma, dengan nafas Trisakti dan Nawacita yang nyata.
 
Rizal Ramli, yang sejak 12 Agustus 2015 menjadi Menko Maritim & Sumber Daya, memang menjadi rajawali sendiri di antara burung beo, perkutut, dan para gagak yang jadi pembesar di antero negeri ini.
 

 
Seperti digambarkan Rendra dalam sajaknya, untuk urusan membela negara dan kesejahteraan rakyat, rajawali memang punya kemantapan hati.
 
Pencemar langit kekuasaan” yang durhaka, akan dipatuk kedua bola matanya. Para pembesar negara keblinger karena mempertuan” (jadi jongos) bangsa asing, bisa dicabik-cabik dengan cakarnya.
 
Dari langit Papua, kini rajawali sedang mengintip Freeport-McMoran yang rakus. Selama lebih dari setengah abad melahap bumi Timika. Membuat gunung-gunung berubah jadi danau-danau tanpa biota karena airnya tercemar limbah beracun.
 
Ketika dari langit rajawali mengintip kerakusan Freeport, bukan hanya petinggi perusahaan dan pemerintah Amerika yang meradang. Juga bukan hanya para pembesar negara kita yang durhaka karena menggadaikan harkat dan martabat bangsanya kepada mereka.
 
Para pendukung Rizal Rajawali” Ramli diam-diam juga mulai keder. Ada yang coba mengingatkan. Kalau jurus rajawali ngepret” kan hanya menyasar para pencoleng kelas copet di BUMN. Tapi mematuk Freeport? Wow, bisa mendatangkan badai (politik) Tornado langsung dari Alaska!
 
Tapi saya katakan kepada mereka, para patriot negeri. Jangan ajari rajawali membaca cuaca langit (kekuasaan). Jangan ajari rajawali terbang di atas awan. Ia punya naluri, juga kemantapan hati.
 
Rizal Ramli bukannya tidak tahu ada petinggi negeri ini yang mengadu ke tuan mereka di Amerika. Tak sedikit yang juga melobi Jokowi untuk menertibkan” dirinya. Ditertibkan” itu maksudnya ditutup matahatinya agar tega melihat kekayaan negeri ini tetap jadi ajang jarahan mereka.
 
Ada juga yang, untuk meredam manuver rajawali, menyiasatinya dengan mengacu kepada cerita silat klasik Tiongkok karangan Chin Yung alias Louis Cha: Sia Tiauw Enghiong (Pendekar Pemanah Burung Rajawali).
 
Orang-orang itu lupa bahwa Kwee Ceng, pendekar jagoan dalam trilogi rajawali, adalah pemuda jujur, begitu jujur dan lugunya sehingga tampak naif. Sementara yang mereka jadikan "pemanah rajawali" adalah orang-orang culas dan tidak jujur, dengan standar moral yang rendah.
 
Itulah sebabnya panah-panah intrik yang mereka lepaskan, termasuk mengadu Rizal Ramli dengan Jokowi, tak pernah sampai sasaran.
 
Mereka juga lupa, dan pasti tidak pernah (mau) paham. Ada kontrak moral” yang kuat antara dirinya dengan bekas walikota Solo itu. Yang minta Mas Rizal (memperkuat kabinet) ini bukan Jokowi. Bukan Presiden. Tapi rakyat Indonesia…!”
 
Sebagai orang yang sejak mahasiswa sampai saat ini, nyaris tanpa jeda, bergulat dengan (nasib) rakyat, tentu saja Rizal Ramli tahu, sekurang-kurangnya 80 persen rakyat Indonesia belum sejahtera. Belum menikmati berkah kemerdekaan.
 
Kita tahu, sebagaimana juga Rizal Ramli, rakyat yang diatasnamakan Presiden Joko Widodo adalah rakyat yang lewat konstitusi UUD 1945 berpesan kepada seluruh penyelenggara negara agar: Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
 
Dengan demikian, emas dan kandungan mineral lain di Papua yang sedang dikuasai PT Freeport masuk dalam yuridiksi UUD RI 1945. Tapi oleh menteri dan pejabat kita yang keblinger, diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Amerika”, karena Freeport milik Amerika.
 
Sungguh, mereka memang pencemar martabat bangsa yang durhaka!
 
Bekasi, 16 Oktober 2015

 
* Penulis adalah Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), anggota senior Irres” (Indonesian Resourcess Studies)


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya