Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk segera memanggil dan memeriksa Menteri BUMN Rini Soemarno dan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino.
Permintaan tersebut disampaikan anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu. Masinton sebelumnya melaporkan Menteri Rini dan RJ Lino ke KPK atas dugaan pasal gratifikasi.
"KPK jangan berlama-lama memanggil dan memeriksa RJ Lino dan Rini Sumarno," kata Masinton, Minggu (4/10).
KPK, kata politisi PDIP ini, perlu secepatnya melakukan pemeriksaan sebelum bukti-bukti adanya gratifikasi dihilangkan.
Masinton mengaku dirinya mendapat informasi bahwa RJ Lino telah memerintahkan seluruh anak buahnya untuk menghilangkan barang bukti nota dinas asli dan menghilangkan adanya transfer uang dari PTP anak perusahaan Pelindo II. Selain itu, RJ Lino juga memerintahkan untuk menempeli stiker barang inventaris Pelindo II yang dikirimkan ke Rumah dinas Menteri BUMN.
"Hukum harus tegak tanpa pandang bulu. KPK harus bergerak cepat tanpa ragu," harapnya.
Masinton menegaskan bahwa pemberian perabot dari Dirut Pelindo II kepada Menteri BUMN sudah memenuhi unsur pelanggaran hukum tentang gratifikasi dan suap sebagaimana diatur dalam pasal 5 junto pasal 12 Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Sebab pemberian tersebut tidak dilaporkan ke KPK hingga batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang, yakni maksimal 30 hari sejak waktu pemberian.
"Pemberian barang perabotan untuk rumah dinas Menteri BUMN dari Dirut Pelindo II sejak bulan Maret 2015, faktanya hingga sekarang tidak pernah dilaporkan ke KPK. Apalagi pejabat Kementerian BUMN sudah mengakui adanya pengiriman barang dari Pelindo II ke rumah dinas Menteri BUMN. Bahkan diakui juga ada pengiriman barang lukisan dan sofa dari Betty RJ Lino yang merupakan istri dari Dirut Pelindo II," papar Masinton.
Masinton pun meluruskan anggapan Menteri Rini dan RJ Lino tidak dapat dijerat karena pemerian tersebut dilakukan oleh institusi.
"Di dalam nota dinas Pelindo II sangat terang tertulis barang perabotan ditujukan untuk rumah dinas Menteri BUMN. Ini artinya, barang perabotan yang diberikan walaupun itu ke rumah dinas Menteri BUMN, tetapi subyek hukumnya adalah orang, yakni Menteri BUMN. Bukan lembaga karena tidak ditujukan utk Kementerian BUMN," demikian Masinton.
[dem]