Berita

Hukum

Hassan Wijaya Divonis 2 Tahun Bui

SENIN, 28 SEPTEMBER 2015 | 15:01 WIB | LAPORAN: FEBIYANA

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhi kurungan pidana dua tahun dan denda Rp 100 juta subsidair tiga bulan kurungan terhadap mantan Komisaris Utama PT Bursa Berjangka (PT BBJ), Hasan Widjaja.

Pasalnya, Hassan terbukti terlibat menyuap Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Raja Sempurnajaya  dengan uang sebesar Rp 7 miliar untuk mempermulus proses pemberian izin usaha lembaga kliring berjangka PT Indokliring Internasional.

"Menyatakan terdakwa Hassan Widjaja terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana terncantum dalam dakwaan primair," ujar Hakim Ketua Ibnu Basuki Widodo membacakan amar putusan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (28/9).


Uang suap itu berawal dari upaya PT BBJ untuk memiliki lembaga kliring berjangka sendiri dengan mendirikan PT Indokliring Internasional yang izin usahanya diurus oleh Bappebti.

Syahrul Raja, menurut Majelis Hakim pada pertengahan 2012 meminta bagian saham sebanyak 10 persen atau senilai Rp 10 miliar dari modal awal lembaga kliring berjangka yang akan didirikan sebesar Rp 100 miliar.

Permintaan ini disampaikan Syahrul melalui Kepala Biro Hukum Bappebti, Alfons Samosir ke Bihar Sakti Wibowo yang kemudian diteruskan informasinya kepada Sherman Rana Krishna serta dibahas dalam rapat dewan komisaris dengan direksi PT BBJ.

Permintaan ini juga dibahas dalam pertemuan antara Syahrul Raja dan Hassan Widjaja di kantor Bappebti di Kramat Raya, Jakpus pada Juli 2012.

Untuk merealisasikan permintaan Syahrul, pada 1 Agustus 2012, Hassan Widjaja meminta Bihar Sakti Wibowo menyiapkan uang Rp 7 miliar yang diambil dari modal awal PT Indokliring Internasional.

"Pada 1 Agustus 2012 bertempat di kantor PT BBJ, Hassan Widjaja meminta Bihar Sakti Wibowo menyiapkan uang Rp 7 miliar," ujar Hakim Ibnu Basuki Widodo.

Uang yang sudah disiapkan lantas dibawa pada 2 Agustus 2012 oleh Bihar Sakti untuk diserahkan kepada Syahrul Raja di Cafe Lulu Kemang Arcade, Jaksel.

Uang dimasukkan dalam tas abu-abu strip biru bertuliskan JFX berisi uang Rp 7 miliar yang terdiri dari  600 ribu dolar AS dan Rp 1 miliar. Uang tersebut kemudian diserahkan ke Syahrul Raja oleh Bihar Sakti Wibowo di Jl Dharmawangsa, Jaksel.

"Setelah realisasi permintaan uang Rp 7 miliar, di kantor BBJ dilakukan pertemuan lagi yang dihadiri terdakwa. Pada saat itu M Bihar Sakti Wibowo mengatakan uang sudah diserahkan ke Syahrul Raja Sempurnajaya," tutur Hakim Ibnu Basuki.

Setelah uang diserahkan pada tanggal 3 Agustus 2012, Sherman Rana Khrisna selaku Komisaris Utama PT Indokliring Internasional bersama-sama dengan Direktur Utama PT Indokliring Internasional Hendra Gondawidjaja mengajukan permohonan izin usaha lembaga kliring berjangka ke Kepala Bappebti yang dijabat Syahrul Raja Sempurnajaya.

Majelis Hakim menyatakan uang suap Rp 7 miliar yang diberikan kepada Syahrul Raja Sempurnajaya adalah agar Syahrul selaku Kepala Bappebti yang memiliki otoritas mengeluarkan izin perusahaan berjangka PT Indokliring Internasional  dapat mempercepat atau memperlancar proses pemberian izin PT Indokliring Internasional sesuai keinginan PT BBJ.

"Nampak adanya kerjasama antara terdakwa dengan M Bihar Sakti Wibowo dan Sherman Rana Krishna dalam pemberian uang Rp 7 miliar kepada Syahrul Raja Sempurnajaya," papar Hakim Ibnu Basuki.

Sebelumnya, Jaksa pada KPK menuntut Hassan Widjaja dengan tuntutan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Hassan Widjaja terbukti  melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 5 ayat (1) huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.[wid]
 

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya