Menteri Badan Usaha Milik Negera (BUMN) Rini Soemarno mengaku sejauh ini belum ada perkembangan kerja sama proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dengan pemerintah China.
Seperti diketahui, Rini berhasil merayu China untuk membangun proyek tersebut tanpa bantuan APBN.
"Belum ada berita soal itu," ujar Rini Soemarno yang ditemui usai rapat koordinasi membahas biodiesel di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (22/9).
Rencana pembangunan kereta cepat atau High Speed Train (HST) Jakarta-Bandung memasuki babak baru. Secara mengejutkan, China menyetujui syarat yang diajukan Presiden Joko Widodo yaitu tidak akan menggunakan anggaran negara atau APBN dalam proses pembangunan.
Awalnya, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ini diperebutkan Jepang dan China. Kedua negara memberikan proposal ke Indonesia dan kemudian diteliti oleh tim penilai akhir.
Jepang menawarkan biaya investasi proyek kereta cepat Shinkansen E5 sebesar 6,223 miliar dolar AS atau setara Rp 87 triliun. Sedangkan China menawarkan harga lebih murah untuk HST CRH380A sebesar 5,585 miliar dolar AS atau sekitar Rp 78 triliun.
Ketertarikan Menteri Rini terhadap proposal kereta cepat China bisa terlihat dari kehadirannya saat negeri Tirai Bambu itu menggelar pameran kereta cepat di Senayan City, Jakarta, beberapa waktu lalu. Menteri Rini datang disambut Duta Besar China untuk Indonesia, Xie Feng.
Rini kembali membawa China untuk membangun kereta cepat Jakarta-Bandung. Seakan tak mau menyerah, Rini Soemarno berupaya merayu China untuk tetap membangun kereta cepat. Rini dan sejumlah pimpinan direksi perusahaan BUMN menjajal kereta api cepat Beijing-Tianjin, yang berjarak 150 kilometer, yang ditempuh dalam waktu 30 menit dengan rata-rata kecepatan 200-300 kilometer per jam.
Singkat cerita, China akhirnya sepakat atau menyetujui syarat Presiden Jokowi. Menurut Rini, kerjasama telah ditindaklanjuti dengan menawarkan banyak program.
Menurut Rini, China menyanggupi persyaratan yang ditetapkan Indonesia dalam pembangunan kereta api cepat, yakni bahwa pembangunannya dilakukan murni secara bisnis (b to b) tanpa jaminan atau pendampingan pemerintah, serta tidak menggunakan APBN.
"Mereka bahkan setuju untuk ikut membangun stasiun-nya, disertai alih teknologi. Sehingga karena ini dilakukan secara 'B to B', maka harus ada keuntungan yang kita dapat, termasuk alih teknologi," tutur Rini kepada wartawan di Jakarta, Jumat (18/9) lalu.
Selain tak pakai APBN, lobi Menteri Rini disebut-sebut membuat China menawarkan banyak keuntungan untuk Indonesia. Pihak China berjanji akan melakukan secara business to business (B to B). Selain itu, mereka juga setuju untuk alih teknologi dengan Indonesia.
Terkait alih teknologi tersebut, China sepakat untuk memberikan pelatihan kepada Indonesia. Ini termasuk mengirim ahli mereka ke Indonesia, atau sebaliknya. Bahkan, China sepakat untuk melakukan produksi bersama bukan hanya gerbong kereta api tetap juga kereta api listrik dan "light train" yang kini sedang dibangun.
"Gerbong kereta hasil produksi bersama RI-China tersebut dapat ekspor ke negara lain, sehingga ini juga pemasukan bagi negara dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru," ungkap Rini
Selain itu, menurut Rini, China juga akan membangun pabrik alumunium di Indonesia.
"Jadi, China setuju bahwa bahan baku alumunium yakni bauksit, harus diolah menjadi produk akhir yaitu alumunium, baru diekspor. Ini kan memberikan nilai tambah yang berlipat. Jika industri alumunium dapat dibangun, maka alumunium sebagai bahan untuk membuat gerbong kereta api sudah dapat kita hasilkan pula, melalui kerja sama ini. Bahkan untuk kepentingan industri pesawat terbang juga," beber Rini.
Imbuh Rini, kesepakatan tersebut akan dibahas intensif sehingga berbagai proyek terkait pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dapat segera terlaksana.
[wid]