RMOL. Kasus pembunuhan terhadap satu keluarga yang terdiri dari Ibu Frelly Dian Sari (26) yang hamil empat bulan berikut dua orang anaknya Cicilia Putri Natalia ( 6,8) dan Andika Wirata (2 ) yang terjadi di Kabupaten Teluk Bintuni Papua Barat pada Selasa (25/8) lalu merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Karena itu, sangat disesalkan jika kasus ini penanganannya berlarut-larut, bahkan terkesan terabaikan oleh aparat penegak hukum.
Hal ini ditegaskan Ketua Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI) Frederik Batong didampingi Ketua Bidang Hukum PMTI Pither Singkali dan Sekjen PMTI David Pajung dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (21/9).
"Siapa pun pelaku pembunuhan sadis tersebut, tidak ada alasan untuk melindunginya. Kasus ini menambah status darurat kejahatan terhadap perempuan dan anak-anak di Tanah Air, apalagi kasus yang menimpa istri dan anak-anak dari Yulius Hermanto seorang guru yang telah lama mengabdi di pedalaman Papua Barat sebagai bagian dari NKRI, jauh lebih sadis, bahkan biadab dari kasus-kasus sebelumnya," ujar Frederik Batong.
Kasus ini terjadi Selasa (25/8) lalu di rumah korban yang terletak di Distrik Sibena, Bintuni, ketika kepala rumah tanggal Yulius Hermanto lagi berada sekolah di Pulau tempat mengajar yang bisa ditempuh lima jam dari dataran Bintuni. Frelly Dian Sari (26) seorang ibu rumah tangga sedang hamil empat bulan berikut dua anaknya Cicilia Putri Natali (6,8), dan Andika Wirata (2). Ketiganya ditemukan tewas pada 27 Agustus atau dua hari setelah peristiwa pembunuhan.
Frelly dan dua anaknya menderita luka bacokan benda tajam. Bahkan, Frelly tewas mengenaskan dengan alat vitalnya ditusuk-tusuk dengan benda tajam. Diduga sebelum dibunuh, Frelly mengalami kekerasan seksual lebih dulu, sedangkan anaknya digorok.
David Pajung menambahkan, kejadian sadis dan sangat memilukan hati, betapa tidak, Yulius Hermato yang sudah mengabdikan diri dan seluruh hidupnya untuk tugas-tugas mulia di daerah pelosok Teluk Bintuni (Papua Barat ), harus dibayar dengan pembantaian orang-orang yang dicintainya (istri dan tiga anaknya).
Dampak dari kasus ini sangat besar, selain kehilangan empat nyawa sekaligus dari keluarga besar Yulius, juga bisa berdampak traumatis pada mereka yang selama ini mau mengabdi mengabdi dan memberikan waktunya untuk membangun dan mencerdaskan masyarakat di daerah terpencil lainnya.
Kasus ini akan membuat banyak orang akan berpikir panjang jika ditugaskan pada daerah terpencil, karena takut kejahatan luar biasa ini terulang. Padahal, sangat dibutuhkan orang-orang yang rela mengabdi di daerah terpencil seperti yang dilakukan Yulius Hermanto.
Karena itu, pihak kepolisian yang telah menangani kasus ini, seharusnya tidak ragu menangkap dan memproses hukum siapa pun pelakunya. Kasus ini sangat besar, karena menyangkut nasib keluarga guru di daerah terpencil, sehingga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan tentu saja pemerintah daerah setempat harus ikut bertanggung jawab.
Masalah ini juga bukan kejahatan biasa, karena kasus yang menimpa Frelly dan tiga anaknya tersebut, menjadi masalah serius yang harus diselesaikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Demikian pula Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) serta Komisi Nasional Perempuan Antikekerasan.
Pither Singkali juga mengatakan, wibawa negara harus ditegakkan dengan supremasi hukum dan keberpihakan pada kebenaran dan ketidakberdayaan warganya tanpa memandang latar belakang pelaku. Negara harus kuat dan tidak boleh kalah dengan kekuatan apa pun selain Tuhan, sehingga hukum menampakkan keadilan dan kebenarannya dengan adil dan benar pula, tidak dengan cara primitif atau hukum rimba di mana siapa yang kuat memangsa yang lemah (homo homini lupus).
Karena itu, PMTI kata Pither Singkali yang juga Direktur Topadatindo Law Office ini mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dan melakukan penindakan hukum secara tegas kepada pelaku yang sudah teridentifikasi tanpa pandang bulu. Proses hukum yang cepat diharapkan akan membuat masalah tidak menimbulkan ekses dan dampak panjang di masyarakat khususnya bagi keluarga korban dan masyarakat Indonesia yang anti dengan kekerasan dan yang bersimpati terhadap kasus ini.
Ada informasi bahwa diduga pelakunya adalah oknum TNI, tetapi menurut Pither, siapa pun pelakunya tidak ada alas an melindunginya, sebab kasus ini adalah kejahatan luar biasa. Kalau pun itu benar oknum TNI, pasti institusi TNI tidak mau dibilang melindungi pelaku kejahatan luar biasa.
Frederik menambahkan, pihak Polri yang sedang menangani kasus ini tidak perlu ragu, karena masyarakat Indonesia sangat mendukung proses hukum. Demikian pula TNI, jika ada oknum yang terlibat kasus ini, jangan sampai dilindungi dari proses hukum.
"Sambil menunggu hasil proses penegakan hukum aparat yang berwenang, kami mengimbau seluruh keluarga besar korban dan warga Indonesia yang bersimpati agar tetap tenang dan menempuh cara- cara dalam koridor hukum dalam mencari keadilan dan dalam penuntasan kasus ini. Berikan kesempatan kepada aparat untuk bertindak cepat dan tepat, kasus kasus ini tidak menimbulkan masalah baru," tutup Frederik Batong.
[wid]