Bergabungnya PAN dalam koalisi pemerintahan, tidak memberikan jaminan memperkuat posisi konstitusional Joko Widodo (Jokowi) sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, namun juga tidak berarti memperlemah posisi Koalisi Merah Putih (KMP) sebagai kekuatan penyeimbang.
Begitu dikatakan Ahli Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin dalam keterangan persnya, Sabtu (5/9).
"Namun yang pasti bahwa dukungan politik yang notabene juga musuh dalam selimut bagi presidensial akan bertambah dengan masuknya PAN dalam koalisi pemerintahan, karena presidensial menurut konstitusi kita adalah tidak ada koalisi setia dan oposisi setia," terang dia.
Walau begitu, menurutnya, salah satu yang penting juga dicatat bahwa masuknya PAN dalam koalisi pemerintahan tidak semata bisa diasumsikan negative seperti dalam analisis politik pada umumnya. Masuknya PAN dalam pemerintahan bisa dinilai sebagai pilihan atas haluan terhadap agenda konstitusional yang jelas dan terukur.
Seperti diketahui bahwa kekuasaan presidensial siapapun pasti sudah dilekatkan agenda, target dan kewajiban konstitusional yang jelas dan terukur, yaitu akselerasi dan pencapaian target pembangunan jangka panjang dan jangka menengah guna pemenuhan, perlindungan, pemajuan dan penegakan hak-hak rakyat seperti yang dijamin oleh konstitusi (Pasal 28 I UUD 1945).
"Presiden adalah penangungjawabnya meski segala kelebihan dan kekurangannya, sedangkan KMP hingga saat ini, belum jelas target, agenda konstitusionalnya sebagai kekuatan penyeimbang dalam bingkai konstitusi," terang Irman.
"Jadi bergabungnya PAN ke pemerintah tidak serta merta dilihat sebagai ketidaksetiaan, pencarian bunker atau bahkan berburu kekuasaan karena pindah haluan politik ke jalur pemerintahan yang telah memiliki agenda, target konstitusional yang terukur adalah juga langkah konstitusional namun tetap harus diwaspadai baik pemerintahan itu sendiri termasuk kekuatan penyeimbang KMP," sambungnya.
[sam]