. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsa Panjaitan harus bisa penuhi janji mantan menteri sebelumnya Tedjo Edy Purjiatno. Janji tersebut belum terlaksana karena Tedjo sudah keburu dicopot oleh Presiden Jokowi.
Hal tersebut disampaikan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah saat berbincang dengan wartawan beberapa saat lalu, Jumat (13/8).
Menurut Nasrullah, Tedjo sangat serius dan pernah berjanji di hadapan anggota Bawaslu soal netralitas pegawai negeri sipil (PNS) di Pilkada Serentak 2015.
"Dulu pak Tedjo janji akan langsung memecat PNS atau aparat negara yang tidak netral atau melanggar UU Pemilu seperti mendukung petahana yang mau maju lagi. Tapi sayang beliau sudah diganti," ujar Nasrullah.
Menurut cerita Nasrullah, Tedjo langsung mengatakan 'pecat' agar bisa memberikan pelajaran atau efek jera bagi PNS untuk dapat konsentrasi melayani masyarakat atau publik.
"Jadi kami akan tetep tagih janji itu untuk menteri yang baru pak Luhut. Sampai sekarang berbagai banyak laporan PNS tidak netral banyak masuk, tapi belum ada yang ditindak," tegas Nasrullah.
Nasrullah pun membeberkan beberapa kasus yang terlibat mensukseskan petahana. Salah satunya adalah keterlibatan PNS dalam proses pendaftaran petahana. Selain itu juga dengan modus memasang foto petahana di baliho atau iklan di media untuk memberikan ucapan yang sangat jelas niatnya untuk memberikan dukungan.
"Pasang foto sekda atau SKPD terus disampaingnya ada foto bupati atau walikotanya jelang Pilkada banyak. Ini kan memanfaatkan anggaran negara untuk kepentingan pribadi," beber Nasrullah.
Surat Edaran Nomor B/2335/M.PANRB/07/2015 tertanggal 22 Juli 2015, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) kata Nasrullah sudah tegas mengatur PNS harus netral dalam Pilkada.
"Dalam SE tersebut, para PNS tidak boleh membuat keputusan atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan calon kepala daerah. Selain itu, PNS juga dilarang menggunakan aset pemerintah untuk pilkada salah satu calon, seperti penggunaan mobil dinas untuk kampanye dan juga ruang rapat kantor untuk kampanye," demikian Nasrullah.
[rus]