Berita

Rieke Diah Pitaloka/net

WAWANCARA

Rieke Diah Pitaloka: Saya Tak Ingin Dana BPJS Kesehatan Hasilkan Keuntungan Bagi Negara

SENIN, 03 AGUSTUS 2015 | 09:02 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan produk undang-undang. Kalau bentuknya diubah, berarti harus merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

Sebelumnya Ketua Bidang Fatwa MUI Ma'ruf Amin me­minta pemerintah mengubah bentuk BPJS Kesehatan karena tidak sesuai syariah.

Yang menjadi persoalan bukanlah subsidi silang yang diterapkan BPJS  Kesehatan, me­lainkan sistem pengelolaan dana yang dikumpulkan dari masyarakat. Menurut Ma'ruf, masyarakat tidak tahu uangnya diinvestasikan ke mana.

Dalam transaksi syariah, tidak boleh menimbulkan maisir dan gharar. Maisir adalah memper­oleh keuntungan tanpa bekerja, yang biasanya disertai unsur per­taruhan atau spekulasi, sementara gharar secara terminologi adalah penipuan dan tidak mengetahui sesuatu yang diakadkan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.

Bagaimana tanggapan DPR dan pemerintah selaku pembuat undang-undang terhap fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa BPJS  Kesehatan tidak syariah alias haram?

Simak wawancara dengan anggota Komisi Kesehatan dan Tenaga Kerja DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka berikut ini;

Bagaimana tanggapan Anda mengenai fatwa MUI itu?
Fatwa itu bertujuan baik agar pengelolaan dana BPJS dilaku­kan secara benar. Saya yakin ini tidak didalangi kepentingan bisnis berkedok syariah.

Tujuannya agar dana jaminan kesehatan milik peserta dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepent­ingan peserta sesuai dengan perintah Pasal 4 huruf i, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

Pemikiran Anda bagaimana?

Saya tak ingin dana jami­nan kesehatan yang dikelola BPJS sekadar menghasilkan keuntungan bagi negara. Haram hukumnya jika mengubah watak jaminan sosial menjadi jaminan komersial yang berujung pada komersialisasi pelayanan kesehatan.

Apa MUI selama ini be­randil terhadap keberadaan BPJS Kesehatan?
Dukungan ini tak muncul tiba-tiba setelah masyarakat ramai berdebat putusan MUI yang ditetapkan sebulan lalu. Saya ungkapkan MUI sempat men­dukung pengesahan Rancangan Undang-Undang BPJS.

Pada 29 Juni 2010, Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) bertemu dengan MUI. Saat itu, MUI mendukung disahkannya RUU BPJS karena dapat mem­bawa kemashlatan umat.

Setelah empat taahun Undang-Undang BPJSdisahkan, sejum­lah ulama MUI menilai penye­lenggaraan BPJS tak sesuai fikih. Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad di antara para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syariah karena mengandung unsur gha­rar, maisir, dan riba.

Berarti ini kritikan positif?
Saya menilai putusan MUI merupakan kritik terhadap prak­tik jaminan sosial kesehatanan yang terintegrasi. Itu upaya memberikan hak rakyat atas kesehatan, bukan mempersulit akses seperti beberapa kasus yang terjadi. Saya mendukung fatwa dikeluarkan MUI un­tuk BPJS Kesehatan dengan meyakini tujuannya untuk ke­maslahatan umat atau rakyat bukan untuk kepentingan bisnis berkedok kata syariah.

Bagaimana seharusnya sikap pemerintah?
Fatwa MUI itu harus disikapi pemerintah sebagai regulator dan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara jaminan sosial kesehatan menjadi kritik mem­bangun terhadap praktek jami­nan sosial kesehatan.

Sistem kesehatan yang terinte­grasi dari hulu ke hilir sebagai upaya memberikan hak rakyat atas kesehatan, yang merupakan salah satu hak dasar yang diamanatkan konstitusi, bukan mempersulit akses rakyat terhadap kesehatan seperti beberapa kasus yang me­mang terjadi di lapangan.

Selain itu?

Selain itu, saya yang juga Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU BPJS ini mendukung sikap MUI agar dana jaminan kesehatan milik peserta dipergunakan selu­ruhnya untuk pengembangan pro­gram dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta (sesuai den­gan perintah Pasal 4 huruf i, UUNo.24/2011 tentang BPJS).

Artinya, dana tersebut haram hukumnya jika mengubah watak jaminan sosial menjadi jaminan komersial yang berujung pada komersialisasi pelayanan kes­ehatan negara. ***

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Lanal Banten dan Stakeholder Berjibaku Padamkan Api di Kapal MT. Gebang

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:55

Indonesia Tetapkan 5,5 Juta Hektare Kawasan Konservasi untuk Habitat Penyu

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:41

Kepercayaan Global Terus Meningkat pada Dunia Pelayaran Indonesia

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:27

TNI AU Distribusikan Bantuan Korban Banjir di Sulsel Pakai Helikopter

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:05

Taruna Jadi Korban Kekerasan, Alumni Minta Ketua STIP Mundur

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:42

Gerindra Minta Jangan Adu Domba Relawan dan TKN

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:19

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Jadi Lokasi Mesum, Satpol PP Bangun Posko Keamanan di RTH Tubagus Angke

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:24

Perbenihan Nasional Ikan Nila Diperluas untuk Datangkan Cuan

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:59

Komandan KRI Diponegoro-365 Sowan ke Pimpinan AL Cyprus

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:52

Selengkapnya