DALAM kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini Panca Sila semakin jarang disebut apalagi diamalkan. Kalaupun disebut tidak lebih dari pada pemanis bicara (lips service).
Padahal Panca Sila merupakan sublimasi atau hogere optrekken, peningkatan dari dua ideologi besar, komunisme dan liberalisme. Kelima silanya merupakan hasil pemikiran reflektif dan kritis dari Bapak Pendiri Bangsa, Bung Karno dan diterima secara luas sebagai asas dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ideologi Panca Sila lebih sempurna dari dua ideologi yang dianut oleh dua adikuasa (super powers) di dunia yakni Uni Soviet dan Amerika Serikat. Sistem komunisme telah menunjukkan kegagalan setelah 70 tahun dengan runtuhnya Uni Soviet dan terpecah belah menjadi banyak negara. Sementara liberalisme telah terbukti kelemahannya dengan terjadinya dua kali perang dunia serta berulang kali terjadinya resesi ekonomi dunia sejak tahun 1930-an dan terakhir tahun 2008 yang lalu.
Praktek politik liberalisme saat ini jelas merupakan jalan panjang yang berliku untuk mencapai tujuan mensejahterakan rakyat Indonesia. Sementara kita seharusnya menempuh jalan lurus karena jalan lurus merupakan jalan terpendek antara titik awal perjalanan dan titik tujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Bung Hatta, salah seorang Proklamator dan salah satu perumus UUD 1945, dengan tegas menyatakan Paca Sila jalan lurus. Dengan sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa sebagai "Leit star" (bintang pembimbing).
Rakyat dan bangsa kita harus mengokohkan persatuan nasional dalam meletakkan prinsip-prinsip pokok yakni demokrasi politik dan demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi politik dan demokrasi ekonomi harus berjalan secara simultan, bila diibaratkan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi merupakan dua sisi dari satu mata uang, dapat dibedakan tapi tak dapat dipisahkan.
Dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, kehidupan berbangsa dan bernegara diselenggarakan dengan petunjuk nilai-nilai luhur agama karena kemerdekaan Indonesia dicapai berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa. Seperti kita pahami bersama, alinea ketiga Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 jelas menyatakan : "Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan di dorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya".
Karena kemerdekaan RI adalah atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa setelah perjuangan panjang mencapai kemerdekaan maka kita wajib mengisi kemerdekaan itu sesuai dengan tuntunan dan firman-firman Nya.
Dalam pelaksanaan Panca Sila secara murni dan konsekuen, agama menjadi sumber inspirasi dan motivasi dalam setiap gerak kehidupan. Sehingga kehidupan politik dilaksanakan dengan bimbingan moral yang tinggi supaya dinamika politik berlangsung dengan memperhatikan serta mengindahkan etika politik yang dilandasi kemanusiaan yang adil dan beradab. Jauh dari politik kotor seperti yang kita rasakan dan saksikan saat ini.
Dalam situasi dan kondisi yang demikian, berlangsung sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang tidak proposional dan rancu karena Panca Sila dan Undang-Undang Dasar RI 1945 dijadikan pilar, bukan pondasi dan dasar dalam bangunan NKRI.
Untuk itu diperlukan koreksi total dengan meletakkan atau menempatkan kembali Panca Sila dan Undang-Undang Dasar RI 1945 secara proposional sebagai pondasi dan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara dalam membangun NKRI sebagai rumah besar bangsa Indonesia.
Sedangkan pilar-pilarnya antara lain supermasi sipil, etika politik, ekonomi kerakyatan, hukum yang berkeadilan, bersatu dalam keberagaman, kedaulatan nasional, kemanunggalan TNI/POLRI dengan rakyat dan politik luar negeri yang bebas aktif.
Apalagi setelah Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 3 April 2014 telah mengabulkan Judicial Review terhadap UU Parpol yaitu Pasal 34 ayat (3b) huruf a, UU No. 2 Th 2011 tentang Perubahan atas UU NO. 2 Tahun 2008 tentang Parpol.
MK memutuskan penghapusan 4 pilar dalam pasal 34 ayat (3b) yang merupakan prakarsa MPR RI. Terkait dengan keputusan MK tanggal 3 April 2014 tersebut, nomenklatur empat pilar sudah tidak ada lagi dasar yuridisnya.
Ernesto M. Barcelona
Ketua LPKSM Madania, mantan wartawan Pedoman dan Pelita,
mantan Anggota DPRD Jabar (1982-1987), mantan anggota MPR RI (1987-1992)