lukman hakim saifuddin/net
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan dukungannya atas putusan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat 1 UU 1/1974 tentang Perkawinan, khususnya mengenai perkawinan beda agama.
"Putusan hakim MK itu cerminkan pendapat mayoritas masyarakat bangsa. Perkawinan bukan peristiwa hukum saja, tapi sakral," kata Lukman saat berbincang dengan wartawan, Selasa (23/6)
Menurut Lukman, di Indonesia yang mayoritas penduduknya religius, pernikahan adalAh peristiwa sakral yang tidak bisa memisahkan dengan ritual beribadah kepada Tuhan. Artinya aturan agama tidak bisa dipisahkan di dalamnya.
"Jadi MK sudah betul. UU pernikahan sah dilakukan antara perempuan dan laki-laki menurut agama yang bersangkutan,"kata Lukman
Walau begitu, Lukman pun meminta semua pihak untuk menghormati jika ada masyarakat Indoensia yang sudah kadung nikah beda agama.
Sebagiamana diketahui, dalam pertimbangan hakim MK, hakim berpendapat bahwa agama menjadi landasan bagi komunitas, individu, dan mewadahi hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sementara negara, menurut hakim, berperan menjamin kepastian hukum, serta melindungi pembentukan keluarga yang sah.
Bunyi pasal yang menyatakan bahwa perkawinan dianggap sah apabila dilakuan menurut masing-masing agama dan dicatat sesuai aturan perundangan, bukanlah suatu pelanggaran konstitusi. Hakim berpendapat bahwa perkawinan tidak boleh dilihat dari aspek formal, tapi juga aspek spiritual dan sosial.
Perkara ini teregistrasi dengan Nomor 68/PUU-XII/2014. Pemohon perkara ini adalah empat orang warga negara Indonesia atas nama Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, dan Anbar Jayadi.
Mereka menguji Pasal 2 ayat 1 UU 1/1974 yang berbunyi "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."
Pemohon merasa hak-hak konstitusionalnya berpotensi dirugikan dengan berlakunya syarat keabsahan perkawinan menurut hukum agama. Menurut pemohon, pengaturan perkawinan sebagaimana yang tercantum dalam aturan tersebut akan berimplikasi pada tidak sahnya perkawinan yang dilakukan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, misalnya nikah beda agama.
[wid]