Berita

Bisnis

Pungutan CPO Fund untuk Ekspor Biodiesel Dinilai Membebankan

RABU, 17 JUNI 2015 | 09:39 WIB | LAPORAN:

Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) menolak tegas biodiesel menjadi objek pungutan CPO Fund. Sebab, pasar ekspor biodiesel banyak menghadapi masalah seperti di Amerika Serikat yang terdapat hambatan perdagangan seperti RFSS.

Ketua Umum APROBI, MP Tumanggor menegaskan, pungutan CPO Fund untuk biodiesel sebesar 20 dolar AS per ton justru mengakibatkan marjin eksportir semakin kecil bahkan tidak ada untung.

"Kalau pemerintah tidak memperhatikan ini akan berakibat ekspor biodiesel bisa stop. Dari kapasitas terpasang 5,6 juta ton sekitar tiga juta ton untuk domestik. Dan sisanya 2,6 ditujukan pasar ekspor," jelasnya melalui siaran pers, Rabu (17/6).


Menurutnya, pemerintah harus memperhatikan kebutuhan domestik dan volume ekspor. Jika, ekspor biodiesel dikenakan pungutan CPO Fund akan berdampak kepada hilangnya potensi pasar di Eropa dan Amerika.

"Kalau begini yang diuntungkan negara lain yaitu Malaysia. Artinya, investasi hilir sawit akan sia-sia dan merugikan investasi yang sudah ditanam," tukasnya.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga menyebutkan pengembangan industri hilir sawit dengan nilai investasi 2,7 miliar dolar AS mulai 2012 akan menjadi sia-sia apabila pungutan CPO Fund kepada produk turunan jadi diterapkan.

Besaran tarif pungutan bervariasi sebagai contoh pungutan 20 dolar AS per ton kepada produk hilir RBD Palm Kernel Olein (PKOL), RBD Palm Kernel Stearin (PKS), dan RBD Olein kemasan serta bermerek. Pungutan ekspor sebesar 30 dolar AS per ton dibebankan kepada produk Splitt Fatty Acid dari Crude Oils.

Pada awalnya, kata Sahat Sinaga, asosiasi mendukung kebijakan CPO Fund sebesar 50 dolar per ton kepada CPO dan 30 dolar per ton untuk olein. Sebab, dana CPO Fund ini akan kembali digunakan untuk kepentingan membangun industri sawit. Tetapi dengan keputusan baru mengenai pungutan produk hilir,  asosiasinya mengajukan protes kepada pemerintah.

Menurut Sahat penerapan CPO Fund dan bea keluar kepada industri hilir kelapa sawit yang digulirkan pemerintah lebih didominasi nafsu untuk mendapatkan pungutan besar dari ekspor produk sawit tetapi tidak memperhatikan persaingan pasar global dan kapasitas terpasang industri hilir.[wid]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya